1 |
2025-08-29 |
Keberanian lahir dari ketaatan |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 29 Agustus 2025. Peringatan wajib wafatnya St. Yohanes Pembaptis. Keberanian lahir dari ketaatan (Yeremia 1:17-19). 1:17 Tetapi engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka! 1:18 Mengenai Aku, sesungguhnya pada hari ini Aku membuat engkau menjadi kota yang berkubu, menjadi tiang besi dan menjadi tembok tembaga melawan seluruh negeri ini, menentang raja-raja Yehuda dan pemuka-pemukanya, menentang para imamnya dan rakyat negeri ini. 1:19 Mereka akan memerangi engkau, tetapi tidak akan mengalahkan engkau, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Yeremia 1:17–19: Pertama, keberanian lahir dari ketaatan. Dalam ayat 17 dikatakan: “Tetapi engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka!” Dalam ayat ini, Tuhan tidak meminta Yeremia untuk percaya pada kekuatannya sendiri, melainkan untuk tunduk dan taat menyampaikan segala yang diperintahkan Tuhan kepadanya tanpa takut. Tuhan memberikan peringatan tegas kepada Yeremia: “Janganlah gentar... supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka.” Ketakutan bukan sekadar reaksi manusiawi, melainkan dapat merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap penyertaan Tuhan. Ketaatan dan keberanian menjadi dua sisi dari satu mata uang rohani. Tunduk dan taatlah maka engkau akan berdiri tegak bahkan di hadapan musuh yang paling besar. Dengan kata lain, ayat ini menggugah kesadaran orang percaya bahwa keberanian sejati dalam panggilan hidup lahir dari sikap tunduk atau taat mutlak pada kehendak Allah. Kedua, identitas yang diberikan Tuhan kepada Yeremia. Dalam ayat 18-19 dikatakan: “Aku membuat engkau menjadi kota yang berkubu... tiang besi... tembok tembaga... Mereka akan memerangi engkau, tetapi tidak akan mengalahkan engkau, sebab Aku menyertai engkau...” Di sini Tuhan tidak menjanjikan kenyamanan, tetapi kekuatan. Yeremia dihadapkan pada realitas kekerasan dan penolakan: dia akan ditentang oleh raja, imam, dan rakyatnya sendiri. di sini terlihat ada sesuatu yang luar biasa yaitu Tuhan terlebih dahulu membentuk identitas Yeremia sebelum badai itu datang. Yeremia dijadikan “kota berkubu,” bukan karena Yeremia hebat, tapi karena Tuhan menyertainya. Dalam perspektif Allah, kekuatan bukan soal siapa yang bersamamu, tapi siapa yang membentuk dan menyertaimu. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
2 |
2025-08-30 |
Hidup tenang |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 30 Agustus 2025. Hidup tenang (1Tesalonika 4:9-11). 4:9 Tentang kasih persaudaraan tidak perlu dituliskan kepadamu, karena kamu sendiri telah belajar kasih mengasihi dari Allah. 4:10 Hal itu kamu lakukan juga terhadap semua saudara di seluruh wilayah Makedonia. Tetapi kami menasihati kamu, saudara-saudara, supaya kamu lebih bersungguh-sungguh lagi melakukannya. 4:11 Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Tesalonika 4:9–12: Pertama, kasih yang dijalani dalam ketekunan. Dalam ayat 9–10 Paulus berkata: “Tentang kasih persaudaraan tidak perlu dituliskan kepadamu... kamu sendiri telah belajar kasih mengasihi dari Allah... Tetapi kami menasihati kamu... supaya kamu lebih bersungguh-sungguh lagi melakukannya.” Di sini Paulus memuji jemaat Tesalonika yang telah belajar kasih dari Allah dan bukan hanya dari pengajaran manusia. Walaupun kasih itu sudah nyata dalam tindakan mereka, Paulus tetap mendorong mereka untuk lebih bersungguh-sungguh lagi. Sebuah pesan amat mendalam yang harus terus disadari bahwa kasih sejati tidak pernah berhenti. Dalam kehidupan rohani, keberhasilan bukanlah titik akhir, melainkan pijakan untuk naik lebih tinggi. Kasih yang benar selalu bertumbuh, meluas, dan mendalam, karena sumbernya adalah Allah yang tidak terbatas. Setiap orang percaya dipanggil untuk mencintai tanpa batas seperti Tuhan yang mencintai tanpa batas. Kedua, hidup tenang. Dalam ayat 11 Paulus menulis: “Anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan......” Dalam ayat ini, Paulus mengajarkan nilai kehidupan: kehormatan justru terletak dalam hidup yang tenang, bertanggung jawab, dan mandiri. Paulus menekankan: bukan ketenaran, tapi karakter, bukan sorakan orang, tapi integritas di hadapan Allah dan sesama. Dengan demikian Paulus mengangkat martabat hidup yang sederhana, produktif, dan tidak bergantung pada orang lain sebagai kesaksian iman yang kuat di mata dunia. Hidup yang tampaknya “biasa” ini justru merupakan bentuk kasih nyata yaitu tidak membebani orang lain, tidak menuntut perhatian, tapi terus memberi melalui kerja nyata dan kebaikan yang konsisten. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
3 |
2025-08-31 |
Pekerjaan yang sopan dan hati yang terbuka: wujud nyata kebijaksanaan sehari-hari |
Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 31 Agustus 2025. Minggu biasa ke-22. Pekerjaan yang sopan dan hati yang terbuka: wujud nyata kebijaksanaan sehari-hari (Sirakh 3:17-18,20,28-29). 3:17 Lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, ya anakku, maka engkau akan lebih disayangi dari pada orang yang ramah-tamah. 3:18 Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan. 3:20 Sebab besarlah kekuasaan Tuhan, dan oleh yang hina-dina la dihormati. 3:28 Kemalangan tidak menyembuhkan orang sombong, sebab tumbuhan keburukan berakar di dalam dirinya. 3:29 Hati yang arif merenungkan amsal, dan telinga pendengar merupakan idaman orang bijak. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Sirakh 3:17–29: Pertama, kerendahan hati. Dalam ayat 18 dikatakan: “Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan.” Pada ayat 20 diberikan pendasaran mengapa orang perlu rendah hati. “Sebab besarlah kekuasaan Tuhan, dan oleh yang hina-dina Ia dihormati.” Dalam logika dunia, semakin tinggi posisi seseorang, semakin tinggi pula ekspektasi akan pengaruh, pengakuan, dan kekuasaan yang ditunjukkan. Kitab Sirakh membalik logika itu: semakin besar, semakin rendah hati. Keagungan sejati terletak pada sejauh mana engkau rela menundukkan diri di hadapan Tuhan dan sesama. bukan pada berapa banyak yang tunduk kepadamu. Tuhan tidak mencari kebesaran yang bersinar di mata manusia, tetapi hati yang bersedia mengosongkan diri agar dipenuhi oleh kasih dan kehendak-Nya. Dalam kerendahan Tuhan menyatakan kehadiran dan karunia-Nya. Orang besar menurut dunia untuk menghormatinya karena jabatan, tapi orang rendah hati dihormati oleh Tuhan sendiri. Kerendahan hati: jalan sunyi yang mengangkat manusia ke hadapan Tuhan”. Kedua, pekerjaan yang sopan dan hati yang terbuka: wujud nyata kebijaksanaan sehari-hari. Dalm ayat 17 dikatakan: “Lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, ya anakku, maka engkau akan lebih disayangi dari pada orang yang ramah-tamah.” Selanjutnya dalam ayat 28-29 dikatakan: “Kemalangan tidak menyembuhkan orang sombong, sebab tumbuhan keburukan berakar di dalam dirinya. Hati yang arif merenungkan amsal, dan telinga pendengar merupakan idaman orang bijak.” Sikap sopan dalam bekerja mungkin tampak sepele atau biasa-biasa saja, tetapi dalam hikmat Sirakh, hal itu lebih bernilai daripada keramahan yang dangkal. Mengapa? Karena kesopanan dalam tindakan menunjukkan kedalaman karakter, bukan sekadar riasan luaran saja. Ini adalah bentuk hormat terhadap sesama, terhadap pekerjaan itu sendiri, dan terhadap Tuhan yang memberi tugas. Di sisi lain, Sirakh memperingatkan orang sombong dengan sangat keras: bahkan kemalangan tak mampu menyadarkan mereka karena akar keburukan sudah tumbuh atau mengakar di hati. Artinya, pembelajaran rohani tidak akan terjadi jika hati tertutup. Orang bijak bukan hanya membaca amsal, tapi juga merenungkannya dan membuka telinga terhadap kebenaran, walaupun hal itu mungkin sangat pahit. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
4 |
2025-09-01 |
Kematian dalam Kristus |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 1 September 2025. Kematian dalam Kristus bukanlah akhir dari segalanya (1Tesalonika 4:13-17a). 4:13 Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. 4:14 Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia. 4:15 Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal. 4:16 Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit 4:17 sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil ddari bacaan hari ini, 1 Tesalonika 4:13–17: Pertama, kematian dalam Kristus bukanlah akhir dari segalanya. Dalam ayat 14 dikatakan: “Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” Ayat ini menantang pemahaman duniawi tentang kematian. Dalam perspektif manusia, kematian sering dipandang sebagai perpisahan yang tragis dan tak terelakkan. Namun, Paulus mengundang kita untuk melihat kematian bagi orang percaya, yaitu mereka yang meninggal dalam Yesus. Bagi orang percaya, kematian merupakan pintu masuk menuju persekutuan abadi. Bukan hanya dengan Tuhan, tetapi juga bersama semua orang kudus, yang akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia. Kedua, Pengharapan akan hidup kekal: kepastian yang berakar pada kebangkitan Kristus. Ayat 14 yang telah dikutip di atas menjadi dasar teologis dari seluruh pengharapan ini: “Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit...” Ini bukanlah kepercayaan atau harapan kosong, tetapi pengakuan akan fakta kebangkitan yang memberi fondasi kokoh bagi masa depan orang percaya. Pengharapan dalam Kristus adalah jangkar yang tidak bergantung pada keadaan sekarang, penderitaan, atau bahkan maut. Itulah sebabnya Paulus berkata bahwa orang percaya tidak berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Ini bukan penyangkalan kesedihan, tetapi pemaknaan akan kebangkitan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
5 |
2025-09-02 |
Dipanggil untuk berjaga |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 2 September 2025. Dipanggil untuk berjaga (1 Tesalonika 5:1-6 9-11). 5:1 Tetapi tentang zaman dan masa, saudara-saudara, tidak perlu dituliskan kepadamu, 5:2 karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam. 5:3 Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman--maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin--mereka pasti tidak akan luput. 5:4 Tetapi kamu, saudara-saudara, kamu tidak hidup di dalam kegelapan, sehingga hari itu tiba-tiba mendatangi kamu seperti pencuri, 5:5 karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. 5:6 Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. 5:9 Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, 5:10 yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. 5:11 Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Tesalonika 5:1–11: Pertama, dipanggil untuk berjaga. Dalam ayat 5 dikatakan: “kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang.” Paulus menyebut orang percaya sebagai anak-anak terang dan anak-anak siang. Dengan menyebut orang percaya sebagai “anak-anak terang” Paulus untuk memberi identitas orang percaya serentak memberikan tanggung jawab untuk berjaga dan sadar. Hidup dalam terang berarti tidak terlena oleh “keamanan palsu” dunia (ayat 3), tetapi hidup dengan kesadaran penuh bahwa waktu Tuhan tidak dapat diprediksi. Menjadi anak terang berarti menolak sikap pasif, dan menghidupi iman dengan kesadaran, kepekaan rohani, dan kesiapan dalam setiap aspek kehidupan: dalam relasi, pelayanan, dan pilihan sehari-hari. Kedua, kekuatan untuk membangun sesama. Dalam ayat 9-11 dikatakan: “Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan.” Dalam ayat-ayat ini, Paulus mengingatkan bahwa keselamatan yang kita terima dalam Kristus bukan alasan untuk berpuas diri, melainkan menjadi dasar untuk menguatkan, membangun, dan meneguhkan satu sama lain. Keselamatan bukanlah pelarian pribadi dari murka Allah, tetapi panggilan kolektif untuk hidup bersama dalam kasih dan tanggung jawab terhadap komunitas. Paulus menutup bagian ini dengan ajakan aktif: “Nasihatilah… dan saling membangunlah.” Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
6 |
2025-09-03 |
Injil sejati: dikenali dan dialami dalam kasih karunia |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Rabu, 3 September 2025. Peringatan wajib St. Gregorius Agung Injil sejati: dikenali dan dialami dalam kasih karunia (Kolose 1:1-8). 1:1 Dari Paulus, rasul Kristus Yesus, oleh kehendak Allah, dan Timotius saudara kita, 1:2 kepada saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di Kolose. Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu.1:3 Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, 1:4 karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, 1:5 oleh karena pengharapan, yang disediakan bagi kamu di sorga. Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar dalam firman kebenaran, yaitu Injil, 1:6 yang sudah sampai kepada kamu. Injil itu berbuah dan berkembang di seluruh dunia, demikian juga di antara kamu sejak waktu kamu mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya. 1:7 Semuanya itu telah kamu ketahui dari Epafras, kawan pelayan yang kami kasihi, yang bagi kamu adalah pelayan Kristus yang setia. 1:8 Dialah juga yang telah menyatakan kepada kami kasihmu dalam Roh. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Kolose 1:1–8: Pertama, iman, kasih, dan pengharapan. Dalam ayat 4-5 tertulis: “…karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, oleh karena pengharapan, yang disediakan bagi kamu di sorga. Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar dalam firman kebenaran, yaitu Injil.” Dalam ayat 4–5 ini, Paulus menyebut tiga pilar utama kehidupan Kristen: iman dalam Kristus, kasih terhadap semua orang kudus, dan pengharapan yang disediakan di surga. Yang menarik adalah urutan dan keterkaitannya: kasih timbul karena pengharapan, dan semua ini adalah buah dari Injil yang diberitakan dan diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan Kristen bersumber pada iman akan Kristus dan iman itu menghasilkan kasih yang nyata dalam komunitas, dan semuanya bertumpu pada pengharapan yang kokoh yang disediakan di surga. Injil yang sejati mengakar dalam hati dan berbuah dalam relasi. Kedua, Injil sejati: dikenali dan dialami dalam kasih karunia. Dalam ayat 6 dikatakan: “Injil itu berbuah dan berkembang di seluruh dunia, demikian juga di antara kamu sejak waktu kamu mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya.” Ayat ini menekankan bahwa Injil berbuah dan berkembang bukan hanya karena didengar, tetapi karena dikenal dengan sebenarnya, yaitu dengan mengalami kasih karunia Allah. Paulus menunjukkan bahwa pertumbuhan rohani sejati terjadi ketika Injil tidak hanya menjadi informasi, tapi mentransformasi hati manusia untuk berbuah dan berkembang dalam kasih Allah. Hal ini ditegaskan oleh kesaksian tentang Epafras, seorang pelayan Kristus yang setia, yang bukan hanya menyampaikan ajaran, tetapi juga membawa kasih yang dalam Roh (ayat 8). Artinya, pengajaran yang hidup selalu membawa kasih yang nyata. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
7 |
2025-09-04 |
Ketekunan dan kesabaran berpengharapan |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Kamis, 4 September 2025. Ketekunan dan kesabaran berpengharapan (Kolose 1:9-14). 1:9 Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, 1:10 sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah, 1:11 dan dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar, 1:12 dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang. 1:13 Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih 1:14 di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Efesus 1:9-14: Pertama, genggamlah hikmat ilahi untuk hidup yang berkenan kepada Tuhan. Dalam ayat 9 dikatakan: “Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna.” Pada ayat ini, Paulus mengajak setiap orang percaya untuk terus berdoa agar menerima hikmat dan pengertian yang benar, supaya dapat memahami kehendak Tuhan secara sempurna. Pengetahuan duniawi saja tidak cukup orang percaya perlu hikmat ilahi agar hidup layak dan berkenan di hadapan Tuhan. Hidup yang berkenan bukanlah hasil usaha manusia semata, tetapi buah dari pertumbuhan dalam pengetahuan yang benar tentang Allah. Kedua, ketekunan dan kesabaran berpengharapan. Dalam ayat 11 Paulus berkata: “…dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar..” Paulus mengingatkan orang percaya bahwa dalam perjalanan hidup, orang percaya akan menghadapi tantangan yang membutuhkan kekuatan, ketekunan dan kesabaran berpengharapan. Paulus mengajak orang percaya untuk tidak mengandalkan kekuatan manusia, melainkan kuasa kemuliaan Tuhan. Itulah yang menguatkan. Dengan kuasa kemuliaan Tuhan orang percaya sudah dipindahkan dari kegelapan ke dalam kerajaan terang dan menerima penebusan serta pengampunan dosa. Untuk itu setiap orang percaya dipanggil untuk mengucap syukur dengan sukacita. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
8 |
2025-09-05 |
Pendamaian semesta melalui salib |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 5 September 2025. Pendamaian semesta melalui salib (Kolose 1:15-20). 1:15 Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, 1:16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. 1:17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. 1:18 Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. 1:19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, 1:20 dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Kolose 1:15–20: Kristus sebagai pusat realitas. Dalam ayat 15-16 tertulis: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan... segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia...” Dalam perikop ini, Kristus tidak hanya digambarkan sebagai Juruselamat pribadi, tetapi sebagai poros seluruh ciptaan. Segala sesuatu, baik yang terlihat maupun yang tidak, berasal dari-Nya, melalui-Nya, dan untuk-Nya. Jika segala sesuatu ada di dalam Dia dan untuk Dia, maka kehidupan kita, pekerjaan kita, bahkan keberadaan dunia ini bukan milik kita sendiri, melainkan bagian dari rancangan besar yang berpusat pada Kristus. Artinya, hidup sejati bukanlah tentang menemukan tujuan pribadi, tetapi menemukan kembali peran kita dalam Kristus sebagai pusat segala sesuatu. Kedua, pendamaian semesta melalui salib. Dalam ayat 20 dikatakan: “...oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya... sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” Sering kita membatasi karya salib hanya pada keselamatan manusia secara individu. Namun, ayat ini menyatakan bahwa salib Kristus berdampak pada seluruh ciptaan, termasuk realitas di sorga. Salib bukan hanya solusi atas dosa manusia, tapi adalah titik sentral dari rekonsiliasi kosmis. Pendamaian Kristus tidak hanya menebus jiwa, tapi juga memulihkan struktur-struktur kehidupan, hubungan antarmanusia, keadilan, dan bahkan ciptaan yang terluka. Maka, hidup dalam Kristus berarti menghidupi misi pendamaian itu dalam setiap aspek kehidupan—sosial, ekologis, politik, dan spiritual. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
9 |
2025-09-06 |
Bertekun dalam iman di tengah guncangan dunia |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 6 September 2025. Bertekun dalam iman di tengah guncangan dunia (Kolose 1:21-23). 1:21 Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, 1:22 sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. 1:23 Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Kolose 1:21–23: Pertama, transformasi radikal oleh kasih yang menyelamatkan. Dalam ayat 21 tertulis: “Kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran, seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat...” Ayat ini menyentuh inti dari realitas terdalam manusia: bahwa sebelum mengenal Kristus, kita bukan hanya jauh dari Allah, tetapi juga memusuhi-Nya secara aktif, baik secara sadar maupun tidak. Paulus menyampaikan hal ini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyadarkan: bahwa permusuhan dengan Allah bukan hanya soal perbuatan jahat secara moral, tapi lebih dalam itu, yaitu sikap hati dan pola pikir yang menolak otoritas dan kasih Allah. Pada titik terendah manusia ini di kedalaman keterpisahan itu, Kristus hadir, bukan dengan hukuman, tetapi dengan pendamaian. Ia masuk ke dalam tubuh manusiawi, mengalami penderitaan, dan mati, bukan karena kita layak, tetapi supaya kita dijadikan kudus, tak bercela, tak bercacat di hadapan-Nya. Inilah misteri kasih yang tidak bersyarat dan transformasi spiritual yang radikal: dari pemberontak menjadi anak dari najis menjadi kudus dari musuh menjadi sahabat. Ini bukan hanya perubahan moral, tetapi “metamorphosis” identitas. Kedua, bertekun dalam iman di tengah guncangan dunia. Dalam ayat 23 Paulus menulis: “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil...” Ayat ini mengingatkan orang percaya bahwa keselamatan bukan hanya titik awal, melainkan jalan yang harus terus dijalani dengan ketekunan dan keteguhan iman. Paulus sadar bahwa dunia akan selalu coba menggoyahkan pengharapan Injil, entah melalui penderitaan, godaan, ideologi sesat, atau ketidakpastian hidup. Secara psikologis dan spiritual, manusia cenderung mencari kestabilan, kenyamanan dan ketika hidup terguncang, ada godaan untuk mencari pegangan lain selain Kristus. Tetapi Paulus menegaskan bahwa pengharapan sejati hanya ada dalam Kristus, yang sudah menebus, bukan dalam kenyamanan dunia atau pencapaian pribadi. Kata “jangan mau digeser” menyiratkan bahwa iman bisa perlahan terkikis, bukan selalu karena krisis besar, tapi karena kelalaian kecil, kompromi sehari-hari, atau kehilangan fokus. Maka diperlukan iman yang berakar, bukan sekadar emosional, tetapi reflektif, kokoh, dan berpegang teguh pada kebenaran Injil. Permenungan ini mengingatkan kita bahwa kasih Kristus bukan hanya menyelamatkan kita dari masa lalu, tetapi juga memberi kekuatan untuk menapaki masa depan dengan iman yang teguh. Dari musuh menjadi kudus, dari rapuh menjadi teguh—semua karena kasih yang dinyatakan di salib. “Tetaplah bertekun, tetap teguh, dan jangan bergoncang—karena pengharapan Injil adalah jangkar jiwa yang tidak akan pernah mengecewakan.” Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
10 |
2025-09-07 |
Kebijakssanaan Ilahi |
Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 7 September 2025. Minggu biasa ke-23. Kebijaksanaan Ilahi (Kebijaksanaan 9:13-18). 9:13 Manusia manakah dapat mengenal rencana Allah, atau siapakah dapat memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan? 9:14 Pikiran segala makhluk yang fana adalah hina, dan pertimbangan kami ini tidak tetap. 9:15 Sebab jiwa dibebani badan yang fana, dan kemah dari tanah memberatkan budi yang banyak berpikir. 9:16 Sukar kami menerka apa yang ada di bumi, dan dengan susah payah kami menemukan apa yang ada di tangan, tapi siapa gerangan telah menyelami apa yang ada di sorga? 9:17 Siapa gerangan sampai mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menganugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kauutus? 9:18 Demikianlah diluruskan lorong orang yang ada di bumi, dan kepada manusia diajarkan apa yang berkenan pada-Mu, maka oleh kebijaksanaan mereka diselamatkan. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari ini, Kebijaksanaan Salomo 9:13–18: Pertama, keterbatasan pikiran manusia. Dalam ayat 19 dikatakan: “Manusia manakah dapat mengenal rencana Allah, atau siapakah dapat memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan?” Aayat ini membawa kita ke inti pengalaman manusia yaitu keterbatasan akal budi. Ayat ini membawa kita pada kerendahan hati eksistensial. Pikiran manusia mampu menjelajah bintang dan prediksi masa depan, namun tak sanggup mengetahui rancangan Tuhan. Kesadaran ini membuka jalan kepada hikmat yang sejati—yaitu sikap tunduk dan percaya, bukan pada kemampuan diri, melainkan pada penyataan kasih dan kebijaksanaan Allah. Inilah jalan iman: percaya bahwa hanya dalam Tuhan kita bisa melihat arah hidup yang benar. Kedua, kebijaksanaan Ilahi. Dalam ayat 17 dikatakan: “Siapa gerangan sampai mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menganugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kauutus?” Ayat ini menegaskan bahwa hikmat ilahi bukanlah hasil pikiran manusia, tetapi buah dari anugerah ilahi, yakni melalui Roh Kudus yang diutus dari atas. Kitab Kebijaksanaan menegaskan bahwa jalan yang benar diluruskan oleh Tuhan sendiri. Kebijaksanaan di sini bukan sekadar kecerdasan, melainkan karunia spiritual yang membuka hati untuk melihat realitas sebagaimana Tuhan melihatnya: dengan kasih, dengan keadilan, dengan pengharapan. Hal ini meerupakan undangan untuk hidup dalam ketergantungan yang aktif pada Roh Kudus, mengizinkan-Nya menuntun pengambilan keputusan, membentuk cara pandang, dan mengarahkan langkah kita setiap hari. Dari dua pokok permenungan ini, kita diajak menyadari bahwa: 1) pikiran manusia terbatas, dan itu bukan kelemahan, melainkan undangan untuk percaya. 2) Kebijaksanaan sejati hanya datang dari Roh Kudus, bukan dari dunia atau diri sendiri. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |