1 |
2025-08-09 |
Warisan iman di tengah kelimpahan |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 09 Agustus 2025. Warisan iman di tengah kelimpahan (Ulangan 6:4-13). 6:4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! 6:5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. 6:6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, 6:7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. 6:8 Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, 6:9 dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. 6:10 Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepadamu--kota-kota yang besar dan baik, yang tidak kaudirikan 6:11 rumah-rumah, penuh berisi berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi sumur-sumur yang tidak kaugali kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun, yang tidak kautanami--dan apabila engkau sudah makan dan menjadi kenyang, 6:12 maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan. 6:13 Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Ulangan 6:4–13, yang merupakan bagian penting dari Kitab Ulangan yang dikenal sebagai Shema, inti iman dan pengabdian umat Israel kepada Tuhan: Pertama, kasih yang total. Dalam ayat 5 dikatakan: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu.” Musa memerintahkan untuk mencintai Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Hal ini merupakan komitmen total yang menuntut semua aspek kehidupan diarahkan kepada Tuhan. Dalam budaya zaman ini yang mengajarkan untuk membagi hati kepada banyak hal: pekerjaan, hobi, reputasi, media sosial, perintah Musa ini merupakan panggilan untuk memiliki integritas rohani: hidup yang tidak terpecah, di mana kasih kepada Allah menjiwai pikiran, emosi, tindakan, dan keputusan. Kasih kepada Allah secara total adalah suatu relasi dengan Allah sebagai pusat kehidupan. Kedua, warisan iman di tengah kelimpahan. Dalam ayat 11-12 dikatakan: “Apabila engkau sudah makan dan menjadi kenyang, maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN...” Kedua ayat ini menyentuh tantangan rohani yang sering diabaikan: bahaya kelumpuhan spiritual dari kenyamanan dan kemakmuran. Tuhan tahu bahwa saat kebutuhan terpenuhi, saat rumah sudah terisi, sumur tersedia, dan hidup tampak “berhasil”, godaan untuk melupakan Tuhan justru makin besar. Di sini, manusia diingatkan bahwa kekayaan dan kenyamanan sering menjauhkan manusia dari Tuhan, ketika manusia lupa bahwa semua yang didapatinya adalah pemberian Tuhan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
2 |
2025-08-10 |
Tabut perjanjian dan perempuan |
Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 10 Agustus 2025. Tabut perjanjian dan perempuan (Why. 11:19a 12:1,3-6a,10ab). 11:19 Maka terbukalah Bait Suci Allah yang di sorga, dan kelihatanlah tabut perjanjian-Nya di dalam Bait Suci itu dan terjadilah kilat dan deru guruh dan gempa bumi dan hujan es lebat. 12:1 Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. 12:3 Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. 12:4 Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. 12:5 Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. 12:6 Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya. 12:10 Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari Minggu ini, Wahyu 11:19–12:10: Pertama, tabut perjanjian dan perempuan. Dalam 11:19 dan 12:1 dikatakan: “Maka terbukalah Bait Suci Allah yang di sorga, dan kelihatanlah tabut perjanjian-Nya... dan tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari...” Di tengah gambaran apokaliptik yang mengguncang langit dan bumi, satu hal menjadi pusat perhatian: tabut perjanjian Allah yang tampak di Bait Suci surgawi. Tabut perjanjian Allah adalah simbol kehadiran-Nya, kesetiaan-Nya terhadap janji, dan relasi-Nya yang tidak terputus dengan umat-Nya. Namun, tabut ini muncul bersamaan dengan kekacauan besar: guntur, gempa bumi, hujan es, yang menandakan bahwa manifestasi hadirat Allah sering datang justru dalam penderitaan dan pergolakan sejarah. Lalu tampak perempuan berselubungkan matahari, yang merupakan simbol kemuliaan, keagungan, dan mungkin juga gambaran Gereja atau Bunda Maria, atau bahkan Israel sebagai umat perjanjian. Ia adalah pribadi yang rapuh, karena sedang mengandung dan hendak melahirkan, namun pada saat yang sama ia diselubungi terang kemuliaan ilahi. Kedua, naga dan anak laki-laki. Dalam ayat 4-5 dikatakan: “Naga itu berdiri di hadapan perempuan... untuk menelan Anaknya... tetapi Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya.” Di balik kisah kelahiran ini tersembunyi konflik kosmik yang abadi, yaitu konflik antara kehidupan dan kematian, antara keselamatan dan kehancuran. Sang naga, simbol kuasa jahat, tidak menyerang perempuan secara langsung, tetapi berusaha menghentikan rencana keselamatan dengan menelan Sang Anak sebelum Ia sempat hidup. Namun rencana Allah tidak pernah gagal. Anak itu diselamatkan, diangkat ke takhta Allah. Ini adalah gambaran misterius dari Inkarnasi, penebusan, dan kemenangan Kristus atas maut. Perempuan itu tidak ditinggalkan. Ia dipelihara di padang gurun—tempat pengasingan, tapi juga tempat perlindungan. Dalam masa yang ditentukan (1260 hari), Allah tetap memelihara Gereja-Nya, umat-Nya, bahkan ketika dunia tampak dikuasai oleh naga atau kejahatan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
3 |
2025-08-11 |
Sunat hati |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 11 Agustus 2025. Peringatan wajib Santa Klara. Sunat hati (Ulangan 10:12-22). 10:12 Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, 10:13 berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu. 10:14 Sesungguhnya, TUHAN, Allahmulah yang empunya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit, dan bumi dengan segala isinya 10:15 tetapi hanya oleh nenek moyangmulah hati TUHAN terpikat sehingga Ia mengasihi mereka, dan keturunan merekalah, yakni kamu, yang dipilih-Nya dari segala bangsa, seperti sekarang ini. 10:16 Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk. 10:17 Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap 10:18 yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian. 10:19 Sebab itu haruslah kamu menunjukkan kasihmu kepada orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir. 10:20 Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu, kepada-Nya haruslah engkau beribadah dan berpaut, dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah. 10:21 Dialah pokok puji-pujianmu dan Dialah Allahmu, yang telah melakukan di antaramu perbuatan-perbuatan yang besar dan dahsyat, yang telah kaulihat dengan matamu sendiri. 10:22 Dengan tujuh puluh orang nenek moyangmu pergi ke Mesir, tetapi sekarang ini TUHAN, Allahmu, telah membuat engkau banyak seperti bintang-bintang di langit. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Ulangan 10:12–22: Pertama, sunat hati. Dalam ayat 6 dikatakan: “Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk.” Perintah Allah ini tidak dimulai dari daftar kewajiban, melainkan dari relasi yang penuh kasih. Allah memilih bangsa Israel bukan karena bangsa Israel layak, tapi karena Allah “terpikat”, seperti yang dikatakan dalam ayat 15: “oleh nenek moyangmulah hati TUHAN terpikat sehingga Ia mengasihi mereka, dan keturunan merekalah, yakni kamu, yang dipilih-Nya dari segala bangsa, seperti sekarang ini”. Inilah dasar dari seluruh tuntutan yang Allah berikan: relasi yang sudah ada, kini perlu ditanggapi dengan kesetiaan dan perubahan hati untuk mencintai Allah. “Sunat hati” berarti lebih dari ritual luar atau kepatuhan lahiriah. Ini adalah ajakan untuk membiarkan hati kita ditelanjangi dan diubah: dari hati yang keras dan kaku menjadi hati yang lembut, terbuka, dan peka terhadap kehendak Allah. Perubahan sejati lahir dari kasih yang memikat dan tanggapan yang tulus. Kedua, Allah yang mahatinggi membela yang terpinggirkan. Dalam ayat 17-18 dikatakan: “TUHAN, Allahmu... tidak memandang bulu ataupun menerima suap yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing...” Walaupun Allah adalah Dia yang “empunya langit dan bumi” (ayat 14), Allah yang disembah oleh Israel adalah Allah yang berpihak kepada mereka yang tak dianggap dunia: anak yatim, janda, dan orang asing. Kekuasaan-Nya tidak digunakan untuk menindas, tetapi untuk membela yang tak punya suara. Inilah wajah Allah yang harus tercermin dalam umat-Nya: jika Allah menunjukkan kasih kepada orang asing, maka Israel juga harus mengasihi mereka. Allah tidak hanya memberi hukum, tetapi juga model hidup bagi umat-Nya dan umat-Nya dipanggil untuk meneladani dan menyembah-Nya. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
4 |
2025-08-12 |
Kuatkan dan teguhkan hatimu |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 12 Agustus 2025. Kuatkan dan teguhkan hatimu (Ulangan 31:1-8). 31:1 Kemudian pergilah Musa, lalu mengatakan segala perkataan ini kepada seluruh orang Israel. 31:2 Berkatalah ia kepada mereka: Aku sekarang berumur seratus dua puluh tahun aku tidak dapat giat lagi, dan TUHAN telah berfirman kepadaku: Sungai Yordan ini tidak akan kauseberangi. 31:3 TUHAN, Allahmu, Dialah yang akan menyeberang di depanmu Dialah yang akan memunahkan bangsa-bangsa itu dari hadapanmu, sehingga engkau dapat memiliki negeri mereka Yosua, dialah yang akan menyeberang di depanmu, seperti yang difirmankan TUHAN. 31:4 Dan TUHAN akan melakukan terhadap mereka seperti yang dilakukan-Nya terhadap Sihon dan Og, raja-raja orang Amori, yang telah dipunahkan-Nya itu, dan terhadap negeri mereka. 31:5 TUHAN akan menyerahkan mereka kepadamu dan haruslah kamu melakukan kepada mereka tepat seperti perintah yang kusampaikan kepadamu. 31:6 Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. 31:7 Lalu Musa memanggil Yosua dan berkata kepadanya di depan seluruh orang Israel: Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan masuk bersama-sama dengan bangsa ini ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang mereka untuk memberikannya kepada mereka, dan engkau akan memimpin mereka sampai mereka memilikinya. 31:8 Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau janganlah takut dan janganlah patah hati. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Ulangan 31:1–8: Pertama, Musa tidak menyeberangi sungai Yordan. Dalam ayat 2 dikatakan: “Aku sekarang berumur seratus dua puluh tahun aku tidak dapat giat lagi, dan TUHAN telah berfirman kepadaku: Sungai Yordan ini tidak akan kauseberangi.” Musa mengucapkan perkataan ini kepada bangsa Israel. Momen ini sarat dengan emosi. Musa, pemimpin besar yang memimpin umat Israel keluar dari Mesir, tidak akan ikut masuk ke Tanah Perjanjian. Seakan suatu ironi: Musa telah memimpin dalam badai, namun ia tak ikut masuk dalam damai. Di sini tampak kedewasaan iman dan ketaatan Musa yang luar biasa. Dengan besar hati Musa menerima bahwa tugasnya telah selesai, dan bahwa Allah adalah Pemimpin sejati bangsa Israel dan bukan dirinya. Musa tidak menggiring umat pada dirinya, tetapi menunjuk kepada Yosua sebagai pemimpin baru dan terlebih lagi kepada Tuhan yang akan tetap menyertai mereka. Iman sejati tidak melekat pada tokoh, tapi kepada kesetiaan Allah yang tidak pernah berubah, walaupun kepemimpinan manusia berganti. Kedua, kuatkan dan teguhkan hatimu. Dalam ayat 6 Musa berkata: “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu... sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau... Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” Permintaan Musa untuk “kuat dan teguh” diulang sebanyak dua kali. Permintaan ini ditujukan kepada seluruh umat dan secara khusus kepada Yosua. Bagi Musa, keberanian bukanlah emosi spontan, melainkan pilihan iman yang didasarkan pada pengakuan akan siapa yang berjalan bersama kita. Musa tidak meminta bangsa Israel atau Yosua menjadi kuat karena mereka hebat, tetapi karena Allah sendiri akan berjalan di depan mereka. Keberanian rohani bukanlah soal kepercayaan diri, tetapi kepercayaan kepada Allah yang selalu setia hadir dan membimbing. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
5 |
2025-08-13 |
Batas dalam panggilan |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Rabu, 13 Agustus 2025. Batas dalam panggilan (Ulangan 34:1-12). 34:1 Kemudian naiklah Musa dari dataran Moab ke atas gunung Nebo, yakni ke atas puncak Pisga, yang di tentangan Yerikho, lalu TUHAN memperlihatkan kepadanya seluruh negeri itu: daerah Gilead sampai ke kota Dan, 34:2 seluruh Naftali, tanah Efraim dan Manasye, seluruh tanah Yehuda sampai laut sebelah barat, 34:3 Tanah Negeb dan lembah Yordan, lembah Yerikho, kota pohon korma itu, sampai Zoar. 34:4 Dan berfirmanlah TUHAN kepadanya: Inilah negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub demikian: Kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri itu. Aku mengizinkan engkau melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi engkau tidak akan menyeberang ke sana. 34:5 Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN. 34:6 Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini. 34:7 Musa berumur seratus dua puluh tahun, ketika ia mati matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang. 34:8 Orang Israel menangisi Musa di dataran Moab tiga puluh hari lamanya. Maka berakhirlah hari-hari tangis perkabungan karena Musa itu. 34:9 Dan Yosua bin Nun penuh dengan roh kebijaksanaan, sebab Musa telah meletakkan tangannya ke atasnya. Sebab itu orang Israel mendengarkan dia dan melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. 34:10 Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel, 34:11 dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, 34:12 dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Ulangan 34:1–12: Pertama, batas dalam panggilan. Dalam ayat 4 Tuhan berfirman kepada Musa: “Aku mengizinkan engkau melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi engkau tidak akan menyeberang ke sana.” Musa diizinkan melihat Tanah Perjanjian dari puncak Pisga sebuah pemandangan penuh harapan, namun sekaligus penuh duka. Musa memimpin umat Israel selama 40 tahun melalui padang gurun, tetapi Musa tidak ikut menyeberangi Yordan untuk sampai ke Tanah Perjanjian. Pengalaman Musa ini memperlihatkan tentang batas-batas dalam panggilan hidup manusia. Ada yang dipanggil hanya untuk memulai, membentuk, dan mempersiapkan generasi selanjutnya dan yang lain dipanggil untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai itu. Dalam dunia yang mengagungkan pencapaian akhir, kisah Musa adalah pengingat bahwa keberhasilan sejati tidak selalu berarti mencapai garis akhir, tetapi setia dalam tugas yang dipercayakan sampai akhir. Musa melihat janji Tuhan digenapi dari kejauhan. Pengalaman yang sama sering dialami oleh para guru, orang tua, pelayan, atau pemimpin. Mereka yang menabur dan generasi setelahnya menikmati panenannya. Ini bukan kegagalan, tapi kemenangan dalam ketaatan. Kedua, kepergian tanpa tanda, warisan tanpa pusaka. Dalam ayat 6 dikatakan: “Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab... dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini.” Musa, nabi terbesar Israel, meninggal dan dikuburkan oleh Tuhan sendiri di tempat yang tak diketahui oleh siapa pun. Tidak ada tugu, tidak ada pusara untuk dipuja. Tapi warisan Musa justru tak tergantikan. Musa dikenal Tuhan berhadapan muka. Ayat ini mengungkapkan tentang makna kepemimpinan sejati yang tidak mencari ketenaran atau pengakuan publik. Dalam dunia yang haus akan nama besar dan peninggalan fisik, Musa meninggalkan warisan yang tak terlihat, tetapi hidup dalam generasi penerusnya. Setelah kematiannya, kepemimpinan diteruskan oleh Yosua, bukan dengan gemuruh atau kehebohan, tapi melalui penumpangan tangan dalam kesetiaan. Kematian Musa mengajarkan bahwa kemuliaan pemimpin sejati bukan pada tugu yang ditinggalkan, tetapi pada kehidupan yang penuh ketaatan, kesetiaan pada kehendak Tuhan dalam dirinya. Ketika Tuhan sendiri yang menguburkan seorang hamba-Nya, itu menjadi simbol keintiman dan kehormatan yang tidak dapat diberikan oleh manusia mana pun. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
6 |
2025-08-14 |
Kepemimpinan sejati lahir dari ketaatan |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Kamis, 14 Agustus 2025. Kepemimpinan sejati lahir dari ketaatan (Yosua 3:7-10a11:13-17). 37 Dan TUHAN berfirman kepada Yosua: Pada hari inilah Aku mulai membesarkan namamu di mata seluruh orang Israel, supaya mereka tahu, bahwa seperti dahulu Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau. 3:8 Maka kauperintahkanlah kepada para imam pengangkat tabut perjanjian itu, demikian: Setelah kamu sampai ke tepi air sungai Yordan, haruslah kamu tetap berdiri di sungai Yordan itu. 3:9 Lalu berkatalah Yosua kepada orang Israel: Datanglah dekat dan dengarkanlah firman TUHAN, Allahmu. 3:10 Lagi kata Yosua: Dari hal inilah akan kamu ketahui, bahwa Allah yang hidup ada di tengah-tengah kamu dan bahwa sungguh-sungguh akan dihalau-Nya orang Kanaan, orang Het, orang Hewi, orang Feris, orang Girgasi, orang Amori dan orang Yebus itu dari depan kamu: 11:13 Tetapi kota-kota yang letaknya di atas bukit-bukit puing tidaklah dibakar oleh orang Israel, hanya Hazor saja yang dibakar oleh Yosua. 11:14 Segala barang dari kota-kota itu serta ternaknya telah dijarah orang Israel. Tetapi manusia semuanya dibunuh mereka dengan mata pedang, sehingga orang-orang itu dipunahkan mereka. Tidak ada yang ditinggalkan hidup dari semua yang bernafas. 11:15 Seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, hamba-Nya itu, demikianlah diperintahkan Musa kepada Yosua dan seperti itulah dilakukan Yosua: tidak ada sesuatu yang diabaikannya dari segala yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. 11:16 Demikianlah Yosua merebut seluruh negeri itu, pegunungan, seluruh Tanah Negeb, seluruh tanah Gosyen, Daerah Bukit, serta Araba-Yordan, dan Pegunungan Israel dengan tanah rendahnya 1117 mulai dari Pegunungan Gundul, yang mendaki ke arah Seir, sampai ke Baal-Gad di lembah gunung Libanon, di kaki gunung Hermon. Semua rajanya ditangkapnya, dan dibunuhnya. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Yosua 3:7–10 dan 11:13–17: Pertama, kepemimpinan sejati lahir dari ketaatan. Dalam ayat 7, Tuhan berfirman kepada Yosua: “Pada hari inilah Aku mulai membesarkan namamu di mata seluruh orang Israel...” Tuhan sendiri yang “membesarkan” nama Yosua. Yosua tidak mengangkat dirinya sendiri. Yosua tidak merebut posisi Musa, tidak membangun reputasi lewat kepopuleran, tetapi Yosua menyerahkan waktunya pada prosesnya Tuhan. Pada ayat 8 diperlihatkan tindakan awal Yosua. Yosua bertindak bukan dengan menunjukkan kuasa, tapi menyuruh para imam berdiri di tengah Sungai Yordan. Sebuah tindakan iman, tindakan ketaatan pada firman Tuhan, bukan kekuatan. Di sini diperlihatkan bahwa kepemimpinan sejati lahir dari keberanian untuk taat ketika tidak ada jaminan dan bukan dari ambisi untuk dikenal. Saat imam-imam berdiri di air, mujizat itu terjadi. Kadang, reputasi dibentuk oleh momen-momen kecil ketaatan di tempat yang tampak sepele, seperti berdiri di sungai yang mengalir. Kedua, antara kekerasan historis dan misteri ketaatan. Dalam ayat 14-15 dijelaskan bahwa “Tidak ada yang ditinggalkan hidup dari semua yang bernafas... Seperti itulah dilakukan Yosua: tidak ada sesuatu yang diabaikannya dari segala yang diperintahkan TUHAN...” Ayat-ayat ini sering menjadi bahan pergumulan: bagaimana mungkin Allah yang hidup dan penuh kasih memerintahkan pemusnahan total? Di sini pembaca diajak untuk melihat bukan hanya pada tindakan, tetapi pada ketaatan radikal dalam konteks sejarah keselamatan.Ini bukan soal kekejaman, tetapi soal ketaatan penuh kepada perintah Tuhan dalam misi yang spesifik dan suci: pengudusan tanah yang telah dipenuhi praktik-praktik kejahatan dan penyembahan berhala yang ekstrem. Dalam dunia dewasa ini, setiap orang percaya tidak dipanggil untuk memusnahkan bangsa, tapi untuk memusnahkan kompromi, berhala-berhala modern, dan ketidaktaatan dalam diri sendiri. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
7 |
2025-08-15 |
Anugerah yang menuntut kesadaran |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 15 Agustus 2025. Anugerah yang menuntut kesadaran (Yosua 24:1-13). 24:1 Kemudian Yosua mengumpulkan semua suku orang Israel di Sikhem. Dipanggilnya para tua-tua orang Israel, para kepalanya, para hakimnya dan para pengatur pasukannya, lalu mereka berdiri di hadapan Allah. 24:2 Berkatalah Yosua kepada seluruh bangsa itu: Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain. 24:3 Tetapi Aku mengambil Abraham, bapamu itu, dari seberang sungai Efrat, dan menyuruh dia menjelajahi seluruh tanah Kanaan. Aku membuat banyak keturunannya dan memberikan Ishak kepadanya. 24:4 Kepada Ishak Kuberikan Yakub dan Esau. Kepada Esau Kuberikan pegunungan Seir menjadi miliknya, sedang Yakub serta anak-anaknya pergi ke Mesir. 24:5 Lalu Aku mengutus Musa serta Harun dan menulahi Mesir, seperti yang Kulakukan di tengah-tengah mereka, kemudian Aku membawa kamu keluar. 24:6 Setelah Aku membawa nenek moyangmu keluar dari Mesir dan kamu sampai ke laut, lalu orang Mesir mengejar nenek moyangmu dengan kereta dan orang berkuda ke Laut Teberau. 24:7 Sebab itu berteriak-teriaklah mereka kepada TUHAN, maka diadakan-Nya gelap antara kamu dan orang Mesir itu dan didatangkan-Nya air laut atas mereka, sehingga mereka diliputi. Dan matamu sendiri telah melihat, apa yang Kulakukan terhadap Mesir. Sesudah itu lama kamu diam di padang gurun. 24:8 Aku membawa kamu ke negeri orang Amori yang diam di seberang sungai Yordan, dan ketika mereka berperang melawan kamu, mereka Kuserahkan ke dalam tanganmu, sehingga kamu menduduki negerinya, sedang mereka Kupunahkan dari depan kamu. 24:9 Ketika itu Balak bin Zipor, raja Moab, bangkit berperang melawan orang Israel. Disuruhnya memanggil Bileam bin Beor untuk mengutuki kamu. 24:10 Tetapi Aku tidak mau mendengarkan Bileam, sehingga iapun memberkati kamu. Demikianlah Aku melepaskan kamu dari tangannya. 24:11 Setelah kamu menyeberangi sungai Yordan dan sampai ke Yerikho, berperanglah melawan kamu warga-warga kota Yerikho, orang Amori, orang Feris, orang Kanaan, orang Het, orang Girgasi, orang Hewi dan orang Yebus, tetapi mereka itu Kuserahkan ke dalam tanganmu. 24:12 Kemudian Aku melepaskan tabuhan mendahului kamu dan binatang-binatang ini menghalau mereka dari depanmu, seperti kedua raja orang Amori itu. Sesungguhnya, bukan oleh pedangmu dan bukan pula oleh panahmu. 24:13 Demikianlah Kuberikan kepadamu negeri yang kamu peroleh tanpa bersusah-susah dan kota-kota yang tidak kamu dirikan, tetapi kamulah yang diam di dalamnya juga kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun yang tidak kamu tanami, kamulah yang makan hasilnya. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Yosua 24:1–13: Pertama, dari berhala kepada iman akan Allah. Dalam ayat 2-3 Yosua berkata kepada bangsa Israel: “Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu... dan mereka beribadah kepada allah lain. Tetapi Aku mengambil Abraham…” Apa yang dikatakan Yosua ini bukan sekadar kilas balik sejarah, tapi pengingat bahwa iman Israel berakar dari sebuah perpindahan radikal, yaitu dari penyembahan berhala menuju panggilan Allah. Perjalanan bangsa Israel dimulai bukan dari kesalehan, tetapi dari kasih karunia Allah yang memanggil mereka keluar dari kehidupan lama. Yosua mengundang bangsa Israel untuk merenungkan asal usul iman mereka sendiri, untuk membangun kesadaran bahwa iman bukan sekadar warisan, tetapi merupakan undangan pribadi dari Allah, yang menuntut tanggapan pribadi, bukan sekadar tradisi atau kebiasaan. Kedua, anugerah yang menuntut kesadaran. Dalam ayat 12-13 dikatakan: “Sesungguhnya, bukan oleh pedangmu dan bukan pula oleh panahmu... Aku berikan negeri yang tidak kamu usahakan dan kota yang tidak kamu dirikan...” Kemenangan Israel secara lahiriah terlihat sebagai hasil perang dan strategi. Namun dalam ayat 12 ditegaskan bahwa kemanangan tersebut merupakan karya Allah sepenuhnya. Demikian juga hasil tanah, kota, dan kebun yang mereka nikmati adalah pemberian, bukan hasil jerih payah mereka sendiri, seperti yang dikatakan dalam ayat 13. Kedua ayat di atas menyadarkan orang percaya yang sering lupa bahwa banyak hal yang dinikmatinya hari ini adalah hasil anugerah, bukan usahanya semata. Seperti Israel, setiap orang percaya bisa tergoda untuk berpikir bahwa keberhasilan yang diperolehnya merupakan hasil kepintaran, kerja keras, atau strateginya. Padahal, di balik semua itu ada tangan Allah yang bekerja diam-diam, bahkan sebelum orang percaya melangkah. Melalui kedua ayat ini, sesungguhnya setiap orang percaya diundang untuk kembali memiliki rasa syukur dan kerendahan hati. Jangan menjadi sombong atas warisan yang sebenarnya diberikan, bukan diusahakan. Pertanyaan untuk direnungkan: Apakah aku masih menyadari anugerah Tuhan dalam setiap keberhasilan, atau sudah mulai mengklaim semuanya sebagai milikku sendiri? Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
8 |
2025-08-16 |
Iman sejati menuntut komitmen dan pertanggungjawaban |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 16 Agustus 2025. Iman sejati menuntut komitmen dan pertanggungjawaban (Yosua 24:14-29). 24:14 Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. 24:15 Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN! 24:16 Lalu bangsa itu menjawab: Jauhlah dari pada kami meninggalkan TUHAN untuk beribadah kepada allah lain! 24:17 Sebab TUHAN, Allah kita, Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan, dan yang telah melakukan tanda-tanda mujizat yang besar ini di depan mata kita sendiri, dan yang telah melindungi kita sepanjang jalan yang kita tempuh, dan di antara semua bangsa yang kita lalui, 24:18 TUHAN menghalau semua bangsa dan orang Amori, penduduk negeri ini, dari depan kita. Kamipun akan beribadah kepada TUHAN, sebab Dialah Allah kita. 24:19 Tetapi Yosua berkata kepada bangsa itu: Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada TUHAN, sebab Dialah Allah yang kudus, Dialah Allah yang cemburu. Ia tidak akan mengampuni kesalahan dan dosamu. 24:20 Apabila kamu meninggalkan TUHAN dan beribadah kepada allah asing, maka Ia akan berbalik dari padamu dan melakukan yang tidak baik kepada kamu serta membinasakan kamu, setelah Ia melakukan yang baik kepada kamu dahulu. 24:21 Tetapi bangsa itu berkata kepada Yosua: Tidak, hanya kepada TUHAN saja kami akan beribadah. 24:22 Kemudian berkatalah Yosua kepada bangsa itu: Kamulah saksi terhadap kamu sendiri, bahwa kamu telah memilih TUHAN untuk beribadah kepada-Nya. Jawab mereka: Kamilah saksi! 24:23 Ia berkata: Maka sekarang, jauhkanlah allah asing yang ada di tengah-tengah kamu dan condongkanlah hatimu kepada TUHAN, Allah Israel. 24:24 Lalu jawab bangsa itu kepada Yosua: Kepada TUHAN, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan. 24:25 Pada hari itu juga Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itu dan membuat ketetapan dan peraturan bagi mereka di Sikhem. 24:26 Yosua menuliskan semuanya itu dalam kitab hukum Allah, lalu ia mengambil batu yang besar dan mendirikannya di sana, di bawah pohon besar, di tempat kudus TUHAN. 24:27 Kata Yosua kepada seluruh bangsa itu: Sesungguhnya batu inilah akan menjadi saksi terhadap kita, sebab telah didengarnya segala firman TUHAN yang diucapkan-Nya kepada kita. Sebab itu batu ini akan menjadi saksi terhadap kamu, supaya kamu jangan menyangkal Allahmu. 24:28 Sesudah itu Yosua melepas bangsa itu pergi, masing-masing ke milik pusakanya. 24:29 Dan sesudah peristiwa-peristiwa ini, maka matilah Yosua bin Nun, hamba TUHAN itu, ketika berumur seratus sepuluh tahun. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Yosua 24:14–29: Pertama, iman sejati menuntut komitmen. Dalam ayat 15 Yosua berkata kepada bangsa Israel: “Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah... Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN.” Yosua menempatkan bangsa Israel pada persimpangan yang tegas: memilih beribadah kepada Tuhan atau tidak. Walaupun mereka telah melihat mujizat, hidup dalam Tanah Perjanjian, dan mengalami perlindungan Tuhan, namun komitmen kepada Tuhan tetap harus dipilih secara sadar, bukan sesuatu yang otomatis. Hal ini penting untuk menyadarkan bangsa Israel dan setiap orang percaya bahwa orang yang lahir dan tumbuh dalam tradisi iman, belum tentu menjadikan iman itu sebagai keputusan pribadi. Iman sejati bukanlah warisan otomatis, melainkan tanggapan sadar terhadap kasih dan panggilan Allah. Yosua sendiri memberikan teladan. Yosua dan seisi rumahnya memutuskan untuk beribadah kepada Tuhan: aku dan seisi rumahku. Iman sejati harus dimulai dari rumah, dari pemimpin keluarga yang memilih setia, tidak hanya dalam perkataan, tapi dalam tindakan nyata sehari-hari. Kedua, iman menutut pertanggungjawaban. Dalam ayat 19 dan ayat 27 Yosua berkata kepada bangsa Israel: “Sebab Ia adalah Allah yang kudus, Allah yang cemburu...Batu ini akan menjadi saksi terhadap kamu... supaya kamu jangan menyangkal Allahmu.” Setelah bangsa Israel mengucapkan janji setia, Yosua menegaskan bahwa Allah bukan Tuhan yang bisa dipermainkan. Tuhan itu kudus dan cemburu. Cemburu bukan karena kelemahan emosional, tapi karena kasih-Nya yang total dan menuntut balasan yang utuh. Batu didirikan sebagai simbol saksi bisu, pengingat bahwa janji yang diucapkan di hadapan Tuhan bukan main-main. Iman tidak hanya tentang relasi personal dengan Tuhan, tetapi juga tentang pertanggungjawaban publik atas pilihan itu. Dalam relasi dengan Tuhan, komitmen adalah perjanjian kudus. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
9 |
2025-08-17 |
Kuasa adalah amanah |
Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 17 Agustus 2025. Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia. Kuasa adalah amanah (Sirakh 10:1-8). 10:1 Pemerintah yang bijak mempertahankan ketertiban pada rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur. 10:2 Seperti penguasa bangsa demikianpun para pegawainya, dan seperti pemerintah kota demikian pula semua penduduknya. 10:3 Raja yang tidak terdidik membinasakan rakyatnya, tetapi sebuah kota sejahtera berkat kearifan para pembesarnya. 10:4 Di dalam tangan Tuhan terletak kuasa atas bumi, an pada waktunya la mengangkat orang yang serasi atasnya. 10:5 Di dalam tangan Tiihanlah terletak kemujuran seorang manusia, dan kepada para pejabat dikaruniakan oleh-Nya martabatnya. 10:6 Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apapun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apa-apa terpengaruh oleh nafsu. 10:7 Kecongkakan dibenci oleh Tuhan maupun oleh manusia, dan bagi kedua-duanya kelaliman adalah salah. 10:8 Pemerintahan beralih dari bangsa yang satu kepada bangsa yang lain akibat kelaliman, kekerasan dan uang. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari Minggu ini, Sirakh 10:1–8: Pertama, kuasa adalah amanah. Dalam ayat 4 dikatakan: Di dalam tangan Tuhan terletak kuasa atas bumi, dan pada waktunya Ia mengangkat orang yang serasi atasnya. Sering, orang beranggapan bahwa kekuasaan merupakan hasil pencapaian pribadi atau hak waris. Akan tetapi Kitab Sirakh mengingatkan bahwa kuasa bukanlah milik pribadi melainkan amanah dari Tuhan. Pemimpin sejati bukan ditentukan oleh kekuatan politik atau warisan, tetapi oleh keserasian hidupnya dengan kehendak Ilahi. Ketika seorang pemimpin tidak terdidik (ay. 3) atau bertindak berdasarkan nafsu dan kecongkakan (ay. 6–7), ia menyalahgunakan amanah yang kudus dari Tuhan, dan membawa kehancuran bagi bangsa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang arif, sejatinya adalah orang yang mampu membiarkan dirinya dibentuk oleh kebijaksanaan Tuhan, bukan oleh keinginannya sendiri. Kedua, tatanan sosial merupakan cerminan moral pribadi pemimpinnya. Dalam ayat 2 dikatakan: Seperti penguasa bangsa demikian pun para pegawainya, dan seperti pemerintah kota demikian pula semua penduduknya. Menurut Kitab Sirakh terdapat keterkaitan yang erat antara moralitas seorang pemimpin dengan karakter bangsanya. Kepemimpinan tidak hanya membentuk sistem, tetapi menciptakan budaya. Pemimpin yang dipenuhi kecongkakan dan kelaliman, mencemarkan masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin yang hidup dalam kebijaksanaan dan kebaikan yang mendatangkan kesejahteraan bagi rakyatnya (ay. 3). Hal ini tidak hanya tentang struktur politik, tetapi tentang bagaimana integritas pribadi pemimpin memancar ke seluruh tubuh sosial. Bagi Sirakh, perubahan sejati dalam masyarakat tidak bermula dari sistem, tetapi dari hati manusia, terutama hati mereka yang dipercayakan untuk memimpin. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
10 |
2025-08-18 |
Tuhan tak pernah jenuh berbelas kasih |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 18 Agustus 2025. Tuhan tap pernah jenuh berbelas kasih (Hakim-Hakim 2:11-19). 2:11 Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada para Baal. 2:12 Mereka meninggalkan TUHAN, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati TUHAN. 2:13 Demikianlah mereka meninggalkan TUHAN dan beribadah kepada Baal dan para Asytoret. 2:14 Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel. Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan perampok dan menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka, sehingga mereka tidak sanggup lagi menghadapi musuh mereka. 2:15 Setiap kali mereka maju, tangan TUHAN melawan mereka dan mendatangkan malapetaka kepada mereka, sesuai dengan apa yang telah diperingatkan kepada mereka oleh TUHAN dengan sumpah, sehingga mereka sangat terdesak. 2:16 Maka TUHAN membangkitkan hakim-hakim, yang menyelamatkan mereka dari tangan perampok itu. 2:17 Tetapi juga para hakim itu tidak mereka hiraukan, karena mereka berzinah dengan mengikuti allah lain dan sujud menyembah kepadanya. Mereka segera menyimpang dari jalan yang ditempuh oleh nenek moyangnya yang mendengarkan perintah TUHAN mereka melakukan yang tidak patut. 2:18 Setiap kali apabila TUHAN membangkitkan seorang hakim bagi mereka, maka TUHAN menyertai hakim itu dan menyelamatkan mereka dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup sebab TUHAN berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karena orang-orang yang mendesak dan menindas mereka. 2:19 Tetapi apabila hakim itu mati, kembalilah mereka berlaku jahat, lebih jahat dari nenek moyang mereka, dengan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya dalam hal apapun mereka tidak berhenti dengan perbuatan dan kelakuan mereka yang tegar itu. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Hakim-Hakim 2:11–19: Pertama, bahaya menyembah allah yang popular. Dalam ayat 12 dikatakan: “Mereka mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya” Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Mereka menggantikan Allah nenek moyang mereka dengan ilah yang “terlihat lebih relevan dan menarik”, yaitu dewa-dewa bangsa sekitar yang menawarkan keberuntungan, kesuburan, dan kekuatan instan. Mereka memilih ilah yang cocok dengan selera mereka. Dalam dunia modern dewasa ini Baal atau Asytoret, nampak dalam bentuk: kesuksesan instan, pengakuan sosial, kenikmatan pribadi, dan algoritma yang membentuk hati manusia. Jika tidak waspada, orang percaya akan menyembah tanpa sadar—karena manusia menginginkan apa yang dijanjikan ilah-ilah itu. Kedua, Tuhan tak pernah jenuh berbelas kasih. Dalam ayat 18 dikatakan: “Setiap kali TUHAN membangkitkan seorang hakim bagi mereka, maka TUHAN menyertai hakim itu dan menyelamatkan mereka dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup sebab TUHAN berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karena orang-orang yang mendesak dan menindas mereka.” Perikop ini menunjukkan siklus tragis dan ironis umat Israel: mereka meninggalkan Allah, dihukum, menjerit dalam penderitaan, lalu diselamatkan... kemudian jatuh kembali ke dalam dosa yang sama. Tetapi di tengah siklus yang menjengkelkan ini, ada satu hal yang tidak pernah jenuh yaitu belas kasihan Tuhan. Tuhan mendengar rintihan muncul dari mulut yang sama yang sebelumnya menghina-Nya, tetapi Tuhan tetap mengasihinya. Tuhan tetap menyelamatkan mereka walaupun Tuhan tahu bahwa mereka akan kembali jatuh dalam dosa yang sama. Ini bukanlah kisah umat Israel semata, tetapi ini kisah kita, umat manusia. Kita pun jatuh dalam dosa, dibebaskan, dan jatuh lagi dalam dosa yang sama. Tuhan pun tetap mengasihi kita tanpa batas. Kasih Tuhan tidak berbasis pada prestasi kita, tetapi pada karakter-Nya sendiri, yaitu Tuhan adalah kasih. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |