Halaman Sarifirman

Bacaan Sarifirman

Kembali ke Beranda

No Tanggal Judul Isi Renungan Aksi
1 2025-09-18 hidup rohani berkembangan dalam kedisiplinan dan Ketekunan Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Kamis, 18 September 2025. Hidup rohani berkembangan dalam kedisiplinan dan Ketekunan (1Timoteus 4:12-16). 4:12 Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. 4:13 Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. 4:14 Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua. 4:15 Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. 4:16 Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Timotius 4:12–16: Pertama, menjadi teladan. Dalam ayat 12 dikatakan: “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan...” Sering usia muda dianggap sebagai kekurangan minim pengalaman, belum matang, belum layak memimpin. Namun, Paulus justru mendorong Timotius untuk mengganti persepsi orang terhadap usia muda melalui kualitas hidup yang nyata. Keteladanan adalah bahasa otoritas yang melampaui usia. Dalam dunia yang sering lebih menghargai status atau gelar, Paulus menekankan bahwa otoritas sejati lahir dari hidup yang mencerminkan Kristus: dalam kata, tindakan, kasih, kesetiaan, dan kemurnian. Usia muda bukan alasan untuk diam justru bisa menjadi musim terbaik untuk menyala. Kedua, hidup rohani berkembangan dalam kedisiplinan dan Ketekunan. Dalam ayat 13-16 dikatakan: “Bertekunlah dalam membaca Kitab Suci, membangun, dan mengajar... Jangan lalai... Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya... Awasilah dirimu sendiri...” Dalam bagian ini, Paulus menjelaskan rangkaian tindakan konkret untuk menjalani panggilan pelayanan secara serius: bertekun, memperhatikan, tidak lalai, hidup di dalamnya, mengawasi diri dan ajaran. Inilah ritme pertumbuhan rohani yang menuntut kedisiplinan dan ketekunan, bukan sekadar semangat sesaat. Paulus menekankan bahwa dengan bertekun, Timotius tidak hanya menyelamatkan dirinya, tapi juga orang-orang yang mendengarkannya. Artinya, hidup yang dibangun dalam ketekunan rohani mempunyai daya ubah bukan hanya ke dalam, tapi juga ke luar—memberi dampak dan menyelamatkan. Pertumbuhan pribadi bukan tujuan akhir, melainkan pintu untuk keselamatan komunitas. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
2 2025-09-19 Cinta uang Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 19 September 2025. Cinta uang (1Tim. 6:2c-12). 6:2 Jika tuan mereka seorang percaya, janganlah ia kurang disegani karena bersaudara dalam Kristus, melainkan hendaklah ia dilayani mereka dengan lebih baik lagi, karena tuan yang menerima berkat pelayanan mereka ialah saudara yang percaya dan yang kekasih. (6-2b) Ajarkanlah dan nasihatkanlah semuanya ini. 6:3 Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat--yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus--dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita, 6:4 ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga, 6:5 percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan. 6:6 Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. 6:7 Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. 6:8 Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. 6:9 Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. 6:10 Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. 6:11 Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. 6:12 Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1Timoteus 6:2-12: Pertama, ibadah sejati. Dalam ayat 5 Paulus menulis: “Yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan...” Pada zaman sekarang, godaan untuk memakai hal-hal rohani demi keuntungan pribadi sangat besar. Ada orang yang menjadikan pelayanan sebagai panggung, gereja sebagai tempat bisnis, bahkan kebaikan sebagai investasi sosial. Paulus memperingatkan: orang yang seperti ini telah kehilangan kebenaran. Mereka menggantikan arti ibadah yang seharusnya merupakan wujud kasih dan ketaatan kepada Tuhan, menjadi kesempatan untuk mendapatkan berkat duniawi. Ibadah sejati adalah hidup yang sepenuhnya terarah kepada Allah, yang disertai rasa cukup dan syukur. Menurut Paulus, itulah yang memberi keuntungan besar secara batiniah. Kedua, cinta uang. Dalam ayat 10 Paulus menulis: “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang...” Manusia membutuhkan uang untuk hidup, membiayai keluarga, bahkan melayani Tuhan. Tetapi yang menjadi masalah adalah semangt cinta akan uang, yaitu saat hati manusia mulai merasa bahwa uang memberi rasa aman lebih dari Tuhan. Paulus menyebut bahwa karena memburu uang, ada orang yang tersesat dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai duka. Mengejar kekayaan bisa membuat seseorang terus merasa kurang, gelisah, iri, bahkan memanipulasi orang lain. Yesus pernah berkata, Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Jika tidak waspada, cinta uang akan diam-diam mencuri tempat Tuhan di hati orang percaya. Hari ini, Tuhan menantang setiap orang percaya untuk mengejar kekayaan sejati, yaitu karakter, kasih, kesetiaan, dan hidup yang kekal. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
3 2025-09-20 Menyembah Sang Terang yang tak terhampiri Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 20 September 2025. Menyembah Sang Terang yang tak terhampiri (1Timoteus 6:13-16). 6:13 Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu dan di hadapan Kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang benar itu juga di muka Pontius Pilatus, kuserukan kepadamu: 6:14 Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya, 6:15 yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. 6:16 Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Timotius 6:13-16: Pertama, hidup dalam kesetiaan murni. Dalam ayat 13 Paulus menulis: “Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu...” Di sini, Paulus meminta Timotius untuk setia dan melakukannya di hadapan Allah. Ini adalah sebuah peringatan bahwa kehidupan iman merupakan kesetiaan batin di hadapan Sang Pemberi hidup dan bukanlah pertunjukan publik. Dalam kehidupan sehari-hari, orang percaya sering mencari pengakuan, pujian, atau validasi dari sesama. Dalam bacaan hari ini, Paulus mengarahkan setiap orang untuk memusatkan hidup di hadapan Allah, yang melihat hingga ke dalam hati, yang memberi hidup, dan yang menilai kesetiaan manusia dari kemurnian ketaatan dan bukan dari keberhasilan lahiriah. Yesus sendiri, saat berdiri di hadapan Pontius Pilatus, tidak mundur dari kebenaran, meski konsekuensinya adalah salib. Kesetiaan sejati diuji di saat genting dan di situlah nilai sebuah ikrar atau komitmen spiritual ditemukan: ketika seseorang tetap berdiri di atas kebenaran, meski itu harus dibayar mahal. Kedua, menyembah Sang Terang yang tak terhampiri. Dalam ayat 16 Paulus menulis: “Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri... manusia tidak dapat melihat Dia.” Ayat ini mengajak setiap orang percaya untuk memandang Allah sebagai Pribadi yang agung, kudus, dan tidak bisa dijangkau oleh logika manusia semata. Allah tidak bisa “dikendalikan” atau “dimasukkan dalam kotak” oleh dogma, ritual, atau ekspektasi manusia. Allah adalah Terang yang tak terhampiri, transenden, mulia dan juga immanen. Dalam dunia yang mengandalkan rasio dan praktik-praktis, orang percaya dapat tergoda untuk hanya percaya pada apa yang bisa diukur, dilihat, atau dibuktikan. Namun Paulus mengingatkan: Allah bukan objek yang bisa dimanipulasi atau dikendalikan, tetapi pribadi ilahi yang layak disembah dengan hormat dan kekaguman yang kudus. Menyembah Allah berarti mengakui keterbatasan manusia, dan dengan rendah hati tunduk pada kehendak-Nya yang kadang tidak dapat dimengerti. Itulah sikap iman sejati: bukan sekadar memahami Tuhan, tetapi mempercayai-Nya, bahkan saat orang percaya tidak melihat jalan-Nya. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
4 2025-09-21 Kesalehan palsu dan dosa sosial Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 21 September 2025. Minggu biasa ke-25. Kesalehan palus dan dosa sosial (Amos 8:4-8). 8:4 Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini 8:5 dan berpikir: Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu, 8:6 supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang miskin karena sepasang kasut dan menjual terigu rosokan? 8:7 TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka! 8:8 Tidakkah akan gemetar bumi karena hal itu, sehingga setiap penduduknya berkabung? Tidakkah itu seluruhnya akan naik seperti sungai Nil, diombang-ambingkan dan surut seperti sungai Mesir? Dua pokok permenungan yang dapat diambilk dari bacaan pertama hari ini, Amos 8:4-8: Pertama, kesalehan palsu. Dalam ayat 5 dikatakan: “Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum, dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu...” Ayat ini mengungkap kemunafikan spiritual: orang-orang ini secara lahiriah mengikuti perayaan keagamaan seperti bulan baru dan hari Sabat, namun hati mereka tidak tertuju kepada Tuhan, melainkan kepada keuntungan pribadi. Mereka tidak menantikan hari Sabat untuk menyembah Allah, tetapi menunggu agar hari itu segera berlalu, agar mereka dapat kembali berbisnis dengan cara curang. Nabi Amos dengan tegas mengatakan bahwa kesalehan sejati bukan soal ritual, tetapi soal hati yang benar di hadapan Allah, termasuk dalam urusan ekonomi dan relasi sosial. Dalam konteks dunia dewasa ini, seruan Amos memperingatkan setiap orang percaya yang menjadikan ibadah sebagai pelarian emosional sambil tetap menindas sesama. Kedua, dosa sosial. Dalam ayat 7-8 dikatakan: “TUHAN telah bersumpah… Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka! Tidakkah akan gemetar bumi karena hal itu…?” Kedua ayat ini menegaskan bahwa dosa sosial bukan hanya pelanggaran terhadap sesama, tetapi juga terhadap Allah sendiri. Ketika orang-orang kuat menindas yang lemah “membeli mereka karena uang, menukar manusia dengan sepasang kasut”, Tuhan tidak tinggal diam.Tuhan bersumpah bahwa ketidakadilan akan dibalas, dan akibatnya tidak kecil: bumi akan berguncang, rakyat akan berkabung, dan murka Tuhan akan mengalir seperti banjir. Seruan Amos ini sangat sesuai dengan konteks dunia zaman ini yang sarat dengan eksploitasi: ketimpangan sosial, perdagangan manusia, ketidakadilan ekonomi. Banyak orang merasa aman karena sistem berpihak pada mereka, tetapi Tuhan melihat, mencatat, dan akan menegakkan keadilan-Nya. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
5 2025-09-22 Tuhan sanggup menggerakkan hati siapa saja Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 22 September 2025. Tuhan sanggup menggerakkan hati siapa saja (Erza 1:1-6). 1:1 Pada tahun pertama zaman Koresh, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini: 1:2 Beginilah perintah Koresh, raja Persia: Segala kerajaan di bumi telah dikaruniakan kepadaku oleh TUHAN, Allah semesta langit. Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem, yang terletak di Yehuda. 1:3 Siapa di antara kamu termasuk umat-Nya, Allahnya menyertainya! Biarlah ia berangkat pulang ke Yerusalem, yang terletak di Yehuda, dan mendirikan rumah TUHAN. Allah Israel, yakni Allah yang diam di Yerusalem. 1:4 Dan setiap orang yang tertinggal, di manapun ia ada sebagai pendatang, harus disokong oleh penduduk setempat dengan perak dan emas, harta benda dan ternak, di samping persembahan sukarela bagi rumah Allah yang ada di Yerusalem. 1:5 Maka berkemaslah kepala-kepala kaum keluarga orang Yehuda dan orang Benyamin, serta para imam dan orang-orang Lewi, yakni setiap orang yang hatinya digerakkan Allah untuk berangkat pulang dan mendirikan rumah TUHAN yang ada di Yerusalem. 1:6 Dan segala orang di sekeliling mereka membantu mereka dengan barang-barang perak, dengan emas, harta benda dan ternak dan dengan pemberian yang indah-indah, selain dari segala sesuatu yang dipersembahkan dengan sukarela. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Ezra 1:1–6: Pertama, Tuhan sanggup menggerakkan hati siapa saja. Dalam ayat 2 dikatakan: “Beginilah perintah Koresh, raja Persia: Segala kerajaan di bumi telah dikaruniakan kepadaku oleh TUHAN, Allah semesta langit. Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem, yang terletak di Yehuda.” Koresh adalah raja bangsa kafir, seorang penguasa besar yang tidak berasal dari umat pilihan Allah. Namun justru melalui dialah, nubuatan nabi Yeremia digenapi. Yeremia sudah menubuatkan bahwa orang-orang Yahudi akan ditahan di Babel selama 70 tahun sebelum kembali ke Yehuda: “Sebab beginilah firman TUHAN: Apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini” (Yer 29:10). Tuhan tidak hanya bekerja melalui nabi, imam, atau orang-orang yang tampak rohani. Tuhan juga dapat menggerakkan hati orang-orang yang tidak mengenal-Nya untuk melaksanakan rencana-Nya yang kudus. Kedua, digerakkan untuk membangun rumah Tuhan. Dalam ayat 5 dikatkan: “….setiap orang yang hatinya digerakkan Allah untuk berangkat pulang dan mendirikan rumah TUHAN yang ada di Yerusalem.” Ayat ini menjelaskan bahwa hanya mereka yang hatinya digerakkan Allah yang akhirnya pulang ke Yerusalem untuk membangun kembali Bait Suci. Tawaran itu terbuka bagi semua umat Israel, tapi hanya yang digerakkan hatinya yang melangkah kembali ke Yerusalem untuk membangun rumah Tuhan. Di sini, ingin dikatakan bahwa panggilan ilahi sesungguhnya ditujukan kepada semua orang, namun hanya mereka yang peka dan bersedia memberi tanggapanlah yang menjadi bagian dari karya pemulihan Tuhan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
6 2025-09-23 Dari reruntuhan ke sukacita Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 23 September 2025. Dari reruntuhan ke sukacita ( Ezra 6:7-8,12b,14-20). 6:7 Biarkanlah pekerjaan membangun rumah Allah itu. Bupati dan para tua-tua orang Yahudi boleh membangun rumah Allah itu di tempatnya yang semula. 6:8 Lagipula telah dikeluarkan perintah olehku tentang apa yang harus kamu perbuat terhadap para tua-tua orang Yahudi mengenai pembangunan rumah Allah itu, yakni dari pada penghasilan kerajaan, dari pada upeti daerah seberang sungai Efrat, haruslah dengan seksama dan dengan tidak bertangguh diberi biaya kepada orang-orang itu. 6:12 Maka Allah, yang sudah membuat nama-Nya diam di sana, biarlah Ia merobohkan setiap raja dan setiap bangsa, yang mengacungkan tangan untuk melanggar keputusan ini dan membinasakan rumah Allah yang di Yerusalem itu. Aku, Darius, yang mengeluarkan perintah ini. Hendaklah itu dilakukan dengan seksama. 6:14 Para tua-tua orang Yahudi melanjutkan pembangunan itu dengan lancar digerakkan oleh nubuat nabi Hagai dan nabi Zakharia bin Ido. Mereka menyelesaikan pembangunan menurut perintah Allah Israel dan menurut perintah Koresh, Darius dan Artahsasta, raja-raja negeri Persia. 6:15 Maka selesailah rumah itu pada hari yang ketiga bulan Adar, yakni pada tahun yang keenam zaman pemerintahan raja Darius. 6:16 Maka orang Israel, para imam, orang-orang Lewi dan orang-orang lain yang pulang dari pembuangan, merayakan pentahbisan rumah Allah ini dengan sukaria. 6:17 Untuk pentahbisan rumah Allah ini mereka mempersembahkan lembu jantan seratus ekor, domba jantan dua ratus ekor dan anak domba empat ratus ekor juga kambing jantan sebagai korban penghapus dosa bagi seluruh orang Israel dua belas ekor, menurut bilangan suku Israel. 6:18 Mereka juga menempatkan para imam pada golongan-golongannya dan orang-orang Lewi pada rombongan-rombongannya untuk melakukan ibadah kepada Allah yang diam di Yerusalem, sesuai dengan yang ada tertulis dalam kitab Musa. 6:19 Dan pada tanggal empat belas bulan pertama mereka yang pulang dari pembuangan merayakan Paskah. 6:20 Karena para imam dan orang-orang Lewi bersama-sama mentahirkan diri, sehingga tahirlah mereka sekalian. Demikianlah mereka menyembelih anak domba Paskah bagi semua orang yang pulang dari pembuangan, dan bagi saudara-saudara mereka, yakni para imam, dan bagi dirinya sendiri. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Ezra 6:7–8,12,14-20: Pertama, tangan Allah di balik kekuasaan manusia. Ada dua ayat yang menarik untuk direnungkan yaitu ayat 7 dan 14: “Biarkanlah pekerjaan membangun rumah Allah itu......menurut perintah Allah Israel dan menurut perintah Koresh, Darius dan Artahsasta...” Pembangunan kembali Bait Allah di Yerusalem terjadi bukan hanya karena kehendak orang Yahudi yang digerakkan oleh nubuat nabi Hagai dan nabi Zakharia bin Ido, tetapi juga melalui perintah resmi para raja besar Persia. Hal ini menunjukkan bahwa Allah bekerja tidak hanya melalui nabi dan umat-Nya, tetapi juga melalui struktur politik dan kekuasaan dunia yang sering dianggap sekuler atau bahkan asing terhadap iman. Dalam situasi di mana umat merasa lemah atau terpinggirkan, kisah ini menjadi pengingat bahwa tidak ada otoritas manusia yang berada di luar kendali Allah. Tuhan sanggup menggerakkan hati raja-raja kafir untuk mendukung pekerjaan-Nya yang kudus. Kedua, dari reruntuhan ke sukacita. Dalam ayat 16 dan 20 dikisahkan: “Maka orang Israel... merayakan pentahbisan rumah Allah ini dengan sukaria….Demikianlah mereka menyembelih anak domba Paskah bagi semua orang yang pulang dari pembuangan...” Setelah masa pembuangan yang panjang dan traumatis, umat Israel akhirnya menyaksikan pembangunan rumah Allah di tempat semula. Keberhasilan ini bukan sekadar keberhasilan konstruksi fisik, tetapi sebuah tanda pemulihan identitas, iman, dan hubungan mereka dengan Allah. Perayaan Paskah dalam konteks teks ini menjadi simbol kelahiran atau kebangkitan rohani. Dalam perayaan paskah ini bangsa Israel tidak hanya mengenang peristiwa keluar dari Mesir, tetapi juga keluar atau ‘bangkit’ dari kehancuran, keterasingan, dan dosa. Mereka tidak hanya membangun tembok dan altar, tetapi membangun kembali hati dan hidup yang tertuju kepada Allah. Dari reruntuhan ke sukacita. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
7 2025-09-23 Kasih karunia Allah memungkinkan pertobatan Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Rabu, 24 September 2025. Kasih karunia Allah memungkinkan pertobatan (Ezra 9:5-9). 9:5 Pada waktu korban petang bangkitlah aku dan berhenti menyiksa diriku, lalu aku berlutut dengan pakaianku dan jubahku yang koyak-koyak sambil menadahkan tanganku kepada TUHAN, Allahku, 9:6 dan kataku: Ya Allahku, aku malu dan mendapat cela, sehingga tidak berani menengadahkan mukaku kepada-Mu, ya Allahku, karena dosa kami telah menumpuk mengatasi kepala kami dan kesalahan kami telah membubung ke langit. 9:7 Dari zaman nenek moyang kami sampai hari ini kesalahan kami besar, dan oleh karena dosa kami maka kami sekalian dengan raja-raja dan imam-imam kami diserahkan ke dalam tangan raja-raja negeri, ke dalam kuasa pedang, ke dalam penawanan dan penjarahan, dan penghinaan di depan umum, seperti yang terjadi sekarang ini. 9:8 Dan sekarang, baru saja kami alami kasih karunia dari pada TUHAN, Allah kami yang meninggalkan pada kami orang-orang yang terluput, dan memberi kami tempat menetap di tempat-Nya yang kudus, sehingga Allah kami membuat mata kami bercahaya dan memberi kami sedikit kelegaan di dalam perbudakan kami. 9:9 Karena sungguhpun kami menjadi budak, tetapi di dalam perbudakan itu kami tidak ditinggalkan Allah kami. Ia membuat kami disayangi oleh raja-raja negeri Persia, sehingga kami mendapat kelegaan untuk membangun rumah Allah kami dan menegakkan kembali reruntuhannya, dan diberi tembok pelindung di Yehuda dan di Yerusalem. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Ezra 9:5–9: Pertama, kesadaran individu menggerakkan pertobatan sejat secara kolektif. Dalam ayat 6, Ezra berseru: “Ya Allahku, aku malu dan mendapat cela, sehingga tidak berani menengadahkan mukaku kepada-Mu, ya Allahku, karena dosa kami telah menumpuk mengatasi kepala kami...” Dalam seruan ini, Ezra menyadari bahwa bangsa itu telah berdosa. Dosa yang telah dilakukan bangsa itu merupakan tanggung jawab pribadi sekaligus adalah tanggung jawab kolektif. Kesadaran pribadi semestinya menggerakkan tanggung jawab akan pertobatan kolektif. Dalam kesadaran ini, Ezra mengajarkan bahwa pertobatan sejati bukan hanya urusan pribadi yang merasa bersalah, tetapi hati yang turut memikul beban dosa komunitas, bangsa, dan generasi. Ezra tidak berkata “mereka berdosa” atau “aku tidak bersalah,” melainkan, “kami berdosa.” Ezra menyelami penderitaan kolektif umat dan tidak memisahkan diri dari kerusakan moral bangsanya. Dalam seruan ini, Ezra mengajak seluruh bangsa itu untuk membangun pertobatan sejati di dalam hati mereka. Kedua, kasih karunia Allah memungkinkan pertobatan. Dalam ayat 8 Ezra berseru: “Dan sekarang, baru saja kami alami kasih karunia dari pada TUHAN... sehingga Allah kami membuat mata kami bercahaya dan memberi kami sedikit kelegaan di dalam perbudakan kami.” Tuhan tidak menunggu sampai umat-Nya menjadi sempurna baru melimpahkan kasih karunia-Nya. Tidak! Dalam situasi bangsa itu diperbudak dosa dan kini ketika mereka baru saja mengakui dosanya, Allah sudah lebih dulu menyalakan api harapan. Kasih karunia Allah tidak datang setelah ketaatan, sering justru mendahului pertobatan, agar pertobatan itu mungkin terjadi. Kasih karunia Allah kepada manusia itu abadi. Dalam situasi apa pun Allah tetap mengasihi manusia. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
8 2025-09-25 Kesalahan prioritas Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Kamis, 25 September 2025. Kesalahan prioritas (Hagai 1:1-8). 1:1 Pada tahun yang kedua zaman raja Darius, dalam bulan yang keenam, pada hari pertama bulan itu, datanglah firman TUHAN dengan perantaraan nabi Hagai kepada Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda, dan kepada Yosua bin Yozadak, imam besar, bunyinya: 1:2 Beginilah firman TUHAN semesta alam: Bangsa ini berkata: Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah TUHAN! 1:3 Maka datanglah firman TUHAN dengan perantaraan nabi Hagai, bunyinya: 1:4 Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan? 1:5 Oleh sebab itu, beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! 1:6 Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang kamu minum, tetapi tidak sampai puas kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang! 1:7 Beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! 1:8 Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN. Dua pokok permenungan yang dapat daimbil dari bacaan hari ini, Hagai 1:1–8: Pertama, kesalahan prioritas. Dalam ayat 4 Tuhan berfirman: “Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” Bangsa Israel menunda membangun Bait Allah karena mereka merasa belum waktunya, namun pada saat yang sama, mereka sibuk memperindah rumah-rumah mereka sendiri. Di sini terliht bahwa bangsa Israel lebih memprioritaskan kenyamanan pribadi dibandingkan melakukan kehendak Tuhan. Dalam ayat ini Tuhan mengundang setiap orang percaya untuk memprioritaskan Tuhan di dalam kehidupan ini. Kedua, kekeringan rohani menyebabkan kekeringan hidup. Dalam ayat 6 dikatakan: “Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang kamu minum, tetapi tidak sampai puas kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!” Dalam ayat ini Tuhan menunjukkan bahwa meskipun umat menabur, makan, minum, dan bekerja, hasilnya tetap tidak memuaskan. Sebab mereka mengabaikan Tuhan. Ini adalah prinsip rohani mendalam: ketika kita menjauh dari panggilan Tuhan, segala upaya duniawi terasa hampa. Bekerja keras namun merasa kosong, sebab hati dan tujuan tidak selaras dengan kehendak-Nya. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
9 2025-09-26 Panggilan untuk terlibat Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 26 September 2025. Panggilan untuk terlibat (Hagai 2:1b-10). 2:1 (2-2) dalam bulan yang ketujuh, pada tanggal dua puluh satu bulan itu, datanglah firman TUHAN dengan perantaraan nabi Hagai, bunyinya: 2:2 (2-3) Katakanlah kepada Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda, dan kepada Yosua bin Yozadak, imam besar, dan kepada selebihnya dari bangsa itu, demikian: 2:3 (2-4) Masih adakah di antara kamu yang telah melihat Rumah ini dalam kemegahannya semula? Dan bagaimanakah kamu lihat keadaannya sekarang? Bukankah keadaannya di matamu seperti tidak ada artinya? 2:4 (2-5) Tetapi sekarang, kuatkanlah hatimu, hai Zerubabel, demikianlah firman TUHAN kuatkanlah hatimu, hai Yosua bin Yozadak, imam besar kuatkanlah hatimu, hai segala rakyat negeri, demikianlah firman TUHAN bekerjalah, sebab Aku ini menyertai kamu, demikianlah firman TUHAN semesta alam, 2:5 (2-6) sesuai dengan janji yang telah Kuikat dengan kamu pada waktu kamu keluar dari Mesir. Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut! 2:6 (2-7) Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam: Sedikit waktu lagi maka Aku akan menggoncangkan langit dan bumi, laut dan darat 2:7 (2-8) Aku akan menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman TUHAN semesta alam. 2:8 (2-9) Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam. 2:9 (2-10) Adapun Rumah ini, kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula, firman TUHAN semesta alam, dan di tempat ini Aku akan memberi damai sejahtera, demikianlah firman TUHAN semesta alam. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Hagai 2:1–9: Pertama, kemegahan yang hilang. Dalam ayat 3 dikatakan: “Masih adakah di antara kamu yang telah melihat Rumah ini dalam kemegahannya semula?... Bukankah keadaannya di matamu seperti tidak ada artinya?” dalam ayat ini ditunjukkan kecenderungan manusia untuk menilai realitas hanya dari apa yang tampak. Bangsa Israel pada waktu itu melihat Bait Allah yang sedang dibangun kembali, dan merasa kecewa karena tidak semegah sebelumnya. Namun Tuhan mengarahkan mereka untuk melihat bukan kepada keterbatasan masa kini, melainkan kepada janji-Nya yang belum digenapi: “Adapun Rumah ini, kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula, firman TUHAN semesta alam, dan di tempat ini Aku akan memberi damai sejahtera, demikianlah firman TUHAN semesta alam” (ayat 9). Dalam ayat ini, Tuhan menunjukkan bahwa Tuhan senantiasa bekerja untuk meningkatkan, membuat lebih baik dan memulihkan dengan kemuliaan yang lebih besar dari sebelumnya. Kedua, panggilan untuk terlibat. Dalam ayat 4 dikatakan: “Kuatkanlah hatimu... bekerjalah, sebab Aku ini menyertai kamu.” Dalam ayat ini Tuhan berseru agar umat-Nya bertindak. Tuhan tidak menyuruh umat-Nya duduk diam menunggu kemegahan itu turun dari langit. Tuhan berkata: Bekerjalah! Tuhan menyertai mereka dengan Roh-Nya. Mereka diminta untuk melangkah dan membangun, walaupuan apa yang mereka bangun tampaknya sederhana atau tidak berarti. Dalam tindakan mereka yang sederhana itulah, Tuhan akan menyatakan kemuliaan-Nya. Memang sering manusia berpikir untuk menunggu waktu yang tepat, atau sampai semua tampak ideal, baru mau melangkah. Akan tetapi di sini, Tuhan menegaskan bahwa penyertaan-Nya bukan alasan untuk pasif, melainkan kekuatan untuk bertindak walaupun dalam ketidaksempurnaan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
10 2025-09-27 Tembok api dan kemuliaan Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 27 September 2025. Peringatan wajib St. Vinsensius a Paulo. HUT tahbisan ke-27. Tembok api dan kemuliaan (Zakharia 2:1-5,10-11). 2:1 Aku melayangkan mataku dan melihat: tampak seorang yang memegang tali pengukur. 2:2 Lalu aku bertanya: Ke manakah engkau ini pergi? Maka ia menjawab aku: Ke Yerusalem, untuk mengukurnya, untuk melihat berapa lebarnya dan panjangnya. 2:3 Dan sementara malaikat yang berbicara dengan aku itu maju ke depan, majulah seorang malaikat lain mendekatinya, 2:4 yang diberi perintah: Berlarilah, katakanlah kepada orang muda yang di sana itu, demikian: Yerusalem akan tetap tinggal seperti padang terbuka oleh karena banyaknya manusia dan hewan di dalamnya. 2:5 Dan Aku sendiri, demikianlah firman TUHAN, akan menjadi tembok berapi baginya di sekelilingnya, dan Aku akan menjadi kemuliaan di dalamnya. 2:10 Bersorak-sorailah dan bersukarialah, hai puteri Sion, sebab sesungguhnya Aku datang dan diam di tengah-tengahmu, demikianlah firman TUHAN 2:11 dan banyak bangsa akan menggabungkan diri kepada TUHAN pada waktu itu dan akan menjadi umat-Ku dan Aku akan diam di tengah-tengahmu. Maka engkau akan mengetahui, bahwa TUHAN semesta alam yang mengutus aku kepadamu. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Zakharia 2:1–5, 10–11: ukuran manusia tidak relevan bagi Allah. Dalam ayat 2 dikatakan: Ke Yerusalem, untuk mengukurnya, untuk melihat berapa lebarnya dan panjangnya... Dalam ayat ini setiap orang percaya diajak untuk merenungkan kegagalan manusia dalam memahami rencana Allah dengan cara-cara manusiawi. Orang muda yang memegang tali pengukur itu ingin memahami Yerusalem dalam batas fisik panjang dan lebar. Namun, Tuhan segera mengutus malaikat-Nya untuk menyatakan bahwa Yerusalem akan menjadi kota tanpa tembok sebuah padang terbuka yang penuh kehidupan, yang tak bisa diukur dengan alat manusia. Yerusalem menjadi lambang kehidupan yang tak terbatas ketika Allah menjadi tembok berapinya (ayat 5). Hidup manusia yang benar-benar dilindungi adalah hidup yang dibakar oleh kehadiran Tuhan. Kedua, tembok api dan kemuliaan. Dalam ayat 5 dikatakan: Aku sendiri... akan menjadi tembok berapi baginya... dan Aku akan menjadi kemuliaan di dalamnya. Dalam ayat ini digambarkan dua aspek kehadiran Tuhan: perlindungan dari luar, dan kemuliaan dari dalam. Tembok api selain menjadi penghalang bagi orang yang masuk, juga merupakan simbol kekuatan dan kekudusan ilahi. Sementara kemuliaan di dalamnya menunjukkan bahwa pusat kehidupan umat bukan lagi struktur kota atau institusi, tetapi kehadiran Allah itu sendiri. Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah bahwa Tuhan tidak hanya menjaga orang percaya dari luar, tetapi menjadi inti kehidupan orang percaya. Ketika orang percaya membiarkan Tuhan tinggal di tengah-tengahnya, hidup tidak hanya aman, tapi juga memancarkan kemuliaan yang menarik banyak bangsa (ayat 11). Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail