1 |
2025-08-19 |
Tuhan memanggil dengan nama yang benar |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 19 Agustus 2025. Tuhan memanggil dengan nama yang benar (Hakim-Hakim 6:11-24a). 6:11 Kemudian datanglah Malaikat TUHAN dan duduk di bawah pohon tarbantin di Ofra, kepunyaan Yoas, orang Abiezer itu, sedang Gideon, anaknya, mengirik gandum dalam tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi orang Midian. 6:12 Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani. 6:13 Jawab Gideon kepada-Nya: Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian. 6:14 Lalu berpalinglah TUHAN kepadanya dan berfirman: Pergilah dengan kekuatanmu ini dan selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku mengutus engkau! 6:15 Tetapi jawabnya kepada-Nya: Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku. 5:16 Berfirmanlah TUHAN kepadanya: Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis. 6:17 Maka jawabnya kepada-Nya: Jika sekiranya aku mendapat kasih karunia di mata-Mu, maka berikanlah kepadaku tanda, bahwa Engkau sendirilah yang berfirman kepadaku. 6:18 Janganlah kiranya pergi dari sini, sampai aku datang kepada-Mu membawa persembahanku dan meletakkannya di hadapan-Mu. Firman-Nya: Aku akan tinggal, sampai engkau kembali. 6:19 Masuklah Gideon ke dalam, lalu mengolah seekor anak kambing dan roti yang tidak beragi dari seefa tepung ditaruhnya daging itu ke dalam bakul dan kuahnya ke dalam periuk, dibawanya itu kepada-Nya ke bawah pohon tarbantin, lalu disuguhkannya. 6:20 Berfirmanlah Malaikat Allah kepadanya: Ambillah daging dan roti yang tidak beragi itu, letakkanlah ke atas batu ini, dan curahkan kuahnya. Maka diperbuatnya demikian. 6:21 Dan Malaikat TUHAN mengulurkan tongkat yang ada di tangan-Nya dengan ujungnya disinggung-Nya daging dan roti itu maka timbullah api dari batu itu dan memakan habis daging dan roti itu. Kemudian hilanglah Malaikat TUHAN dari pandangannya. 6:22 Maka tahulah Gideon, bahwa itulah Malaikat TUHAN, lalu katanya: Celakalah aku, Tuhanku ALLAH! sebab memang telah kulihat Malaikat TUHAN dengan berhadapan muka. 6:23 Tetapi berfirmanlah TUHAN kepadanya: Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak akan mati. 6:24 Lalu Gideon mendirikan mezbah di sana bagi TUHAN dan menamainya: TUHAN itu keselamatan. Mezbah itu masih ada sampai sekarang di Ofra, kota orang Abiezer. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Hakim-Hakim 6:11–24: Pertama, Tuhan memanggil dengan nama yang benar. Dalam ayat 12 malaikat Tuhan menampakkan diri kepada Gideon dan menyapanya demikian: TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani. Gideon sedang mengirik gandum, suatu pekerjaan yang biasa, namun dilakukannya di tempat yang tidak biasa yaitu di tempat pemerasan anggur. Di tempat itu, Gideon bersembunyi karena takut pada penindasan oleh orang Midian. Namun justru di tempat persembunyiannya, Tuhan menyapanya dengan sebutan yang luar biasa: “Pahlawan yang gagah berani.” Gideon memberi alasan dan mempertanyakan penyertaan Tuhan. Dalam ketakutan yang menyelimuti Gideon, Tuhan memanggilnya dengan nama yang benar: Pahlawan yang gagah berani. Di sini ditunjukkan kepada setiap orang percaya bahwa Tuhan tidak menunggu kita menjadi sempurna sebelum Tuhan memanggil kita. Bahkan di tempat paling tersembunyi dan pada saat kita paling meragukan diri kita sendiri, Tuhan tetap melihat kita seperti siapa kita di mata-Nya: pribadi yang memiliki kekuatan yang belum kita sadari. Kedua, tanda adalah undangan untuk membangun relasi yang intim. Dalam ayat 17-18, Gideon meminta bukti: Jika sekiranya aku mendapat kasih karunia di mata-Mu, maka berikanlah kepadaku tanda, bahwa Engkau sendirilah yang berfirman kepadaku. Janganlah kiranya pergi dari sini, sampai aku datang kepada-Mu membawa persembahanku dan meletakkannya di hadapan-Mu. Dalam kedua ayat ini Gideon meminta tanda, bukan karena Gideon tidak percaya, tetapi Gideon ingin mendapatkan kepastian: siapa yang memanggilnya. Tanda dari Tuhan datang dalam bentuk pertemuan pribadi: api dari batu, respons terhadap persembahan yang disiapkan Gideon, dan sapaan penuh damai. Tanda tersebut bukan hanya bukti kuasa Tuhan, tetapi meruakan momen di mana Gideon mengenal siapa Tuhan yang sesungguhnya dan saat Tuhan mengundang Gideon untuk berjalan lebih dekat dengan-Nya. Pengalaman Gideon ini menyakinkan setiap orang percaya akan kebenaran ini. Ketika kita orang percaya meminta tanda, yang seolah meragukan Tuhan, Tuhan tidak marah. Tuhan justru mengubah permintaan itu menjadi momen perjumpaan, agar kita tidak hanya tahu tentang-Nya, tapi mengalami-Nya. Tanda dari Tuhan sering merupakan jembatan menuju keintiman, dan tidak hanya sekadar bukti. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
2 |
2025-08-20 |
Ketika semak duri menjadi raja |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Rabu, 20 Agustus 2025. Ketika semak duri menjadi raja (Hakim-Hakim 9:6-15). 9:6 Kemudian berkumpullah seluruh warga kota Sikhem dan seluruh Bet-Milo mereka pergi menobatkan Abimelekh menjadi raja dekat pohon tarbantin di tugu peringatan yang di Sikhem. 9:7 Setelah hal itu dikabarkan kepada Yotam, pergilah ia ke gunung Gerizim dan berdiri di atasnya, lalu berserulah ia dengan suara nyaring kepada mereka: Dengarkanlah aku, kamu warga kota Sikhem, maka Allah akan mendengarkan kamu juga. 9:8 Sekali peristiwa pohon-pohon pergi mengurapi yang akan menjadi raja atas mereka. Kata mereka kepada pohon zaitun: Jadilah raja atas kami! 9:9 Tetapi jawab pohon zaitun itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan minyakku yang dipakai untuk menghormati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? 9:10 Lalu kata pohon-pohon itu kepada pohon ara: Marilah, jadilah raja atas kami! 9:11 Tetapi jawab pohon ara itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan manisanku dan buah-buahku yang baik, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? 9:12 Lalu kata pohon-pohon itu kepada pohon anggur: Marilah, jadilah raja atas kami! 9:13 Tetapi jawab pohon anggur itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan air buah anggurku, yang menyukakan hati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? 9:14 Lalu kata segala pohon itu kepada semak duri: Marilah, jadilah raja atas kami! 9:15 Jawab semak duri itu kepada pohon-pohon itu: Jika kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, datanglah berlindung di bawah naunganku tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Hakim-Hakim 9:6–15: Pertama, pemimpin adalah panggilan untuk melayani. Dalam perumpamaan Yotam di atas, tiga jenis pohon yang sangat produktif dan bermanfaat yaitu pohon zaitun, ara, dan anggur menolak jabatan raja karena mereka menyadari bahwa tugas utama mereka bukanlah berkuasa, tetapi memberi manfaat bagi sesama dan menghormati Allah. Mereka memiliki kesadaran yang mendalam akan panggilan sebagai pemimpin. Namun ketika tawaran yang sama diberikan kepada semak duri, tumbuhan yang tak berguna, berduri, dan mudah terbakar, tawaran tersebut langsung diterima dan bahkan mengancam “biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon” (ayat 15). Melalui perumpamaan ini, Yotam ingin menjelaskan realitas bahwa ketika posisi kepemimpinan diisi oleh mereka yang tidak dipanggil untuk menjadi pemimpin atau “tidak layak”, kekuasaan menjadi alat perusakan, bukan untuk mengayomi orang yang dipimpinnya. Kedua, masyarakat yang kehilangan nilai akan selalu memilih semak duri menjadi raja. Dalam ayat 6 dikatakan: “Kemudian berkumpullah seluruh warga kota Sikhem dan seluruh Bet-Milo mereka pergi menobatkan Abimelekh menjadi raja dekat pohon tarbantin di tugu peringatan yang di Sikhem.” Abimelekh adalah anak dari seorang gundik Gideon yang berasal dari Sikhem. Abimalekh adalah anak haram dari Gideon karena ia bukanlah anak dari isteri yang sah. Gideon memiliki 70 anak laki-laki. Karena itu Abimalekh berusaha membunuh semua saudaranya yang lain. Warga Sikhem dan Bet-Milo memilih Abimalekh menjadi raja karena hubungan darah dan kepentingan politik, bukan karena kemampuan dan karisma memimpin apalagi panggilan sebagai pemimpin. Yotam, yang juga adalah anak Gideon, melukiskan pemilihan Abimalekh menjadi raja seperti memilih semak duri. Yotam sesungguhnya memberikan sindiran tajam terhadap masyarakat yang kehilangan nilai dan arah, sehingga mudah terbuai oleh figur yang tampak kuat tapi kosong isi. Dengan demikian Yotam ingin menegaskan bahwa nilai-nilai kebajikan, hikmat, dan integritas diri menjadi dasar dalam pemilihan seorang pemimpin atau dalam mengambil keputusan. Tanpa nilai-nilai ini kekacauan akan lahir, seperti api dari semak duri. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
3 |
2025-08-21 |
Nazar yang lahir dari pola pikir transaksional |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Kamais, 21 Agustus 2025. Peringatan wajib Santo Pius X. Nazar yang lahir dari pola pikir transaksional (Hakim-Hakim 11:29-39a). Pada suatu hari Yefta, panglima Israel, tiba-tiba dihinggapi Roh Tuhan. ia berjalan melalui daerah Gilead dan daerah Manasye, kemudian melalui Mizpa di Gilead, dan dari Mizpa di Gilead ia berjalan terus ke daerah orang-orang Amon. Lalu bernazarlah Yefta kepada Tuhan, katanya, “Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan orang Amon ke dalam tanganku, maka yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku pulang dengan selamat dari orang Amon, akan menjadi milik Tuhan. Aku akan mempersembahkannya sebagai kurban bakaran.” Kemudian Yefta berjalan terus untuk berperang melawan orang Amon, dan Tuhan menyerahkan mereka ke dalam tangannya. Ia menimbulkan kekalahan yang amat besar di antara mereka, mulai dari Aroër sampai dekat Minit, dua puluh kota banyaknya, dan sampai ke Abel-Keramim. Dengan demikian orang Amon ditundukkan di depan orang Israel. Ketika Yefta pulang ke Mizpa, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul rebana dan menari-nari. Dialah anaknya yang tunggal. Selain dia Yefta tidak mempunyai anak laki-laki atau perempuan. Demi melihat anaknya, Yefta mengoyak-ngoyakkan bajunya, sambil berkata, “Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan mencelakakan daku. Aku telah membuka mulut bernazar kepada Tuhan, dan tidak dapat mundur lagi.” Tetapi anak itu menjawab, “Bapa, jika engkau telah membuka mulut dan bernazar kepada Tuhan, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu, sebab Tuhan telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni orang Amon.” Lalu anak itu menyambung, “Hanya saja, izinkanlah aku melakukan satu hal ini: berilah aku waktu dua bulan, supaya aku pergi mengembara di pegunungan, dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan teman-temanku.” Jawab Yefta, “Pergilah!” Dan ia membiarkan anaknya pergi dua bulan lamanya. Maka pergilah gadis itu bersama dengan teman-temannya untuk menangisi kegadisannya di pegunungan. Setelah lewat kedua bulan itu, kembalilah ia kepada ayahnya, dan ayahnya melakukan apa yang telah dinazarkannya kepada Tuhan. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Hakim-Hakim 11:29–40: Pertama, Roh Tuhan tidak menghapus kehendak bebas manusia dalam membuat keputusan. Dalam bacaan hari ini dikisahkan: “Lalu Roh Tuhan menghinggapi Yefta...” (ayat 29), tetapi kemudian ia mengucapkan nazar yang tragis (ayat 30–31). Yefta dipenuhi Roh Tuhan, namun tetap membuat keputusan keliru yang berujung pada penderitaan pribadi. Ketika seseorang dipakai oleh Tuhan untuk menjadi alat di tangan-Nya, ia tidak bebas dari kesalahan. Tuhan tetap menghargai kehendak bebasnya dalam mengambil keputusan. Roh Tuhan memang memampukannya, namun tidak menggantikan tanggung jawab moral dan kebijaksanaan manusia. Kisah ini menantang setiap orang percaya untuk tetap rendah hati dan bijaksana, bahkan ketika merasa sedang berjalan bersama Tuhan. Kedua, nazar yang lahir dari pola pikir transaksional. Dalam ayat 35 Yefta berkata: “Aku telah membuka mulutku bernazar kepada Tuhan, dan tidak dapat aku mundur.” Yefta mengira bahwa Tuhan perlu diyakinkan melalui pengorbanan. Yefta tidak menyadari bahwa kemenangan yang dialaminya telah dimulai dari pengurapan Roh (ayat 29). Dalam hal ini, nazar Yefta bukan tindakan iman, melainkan refleksi dari pola pikir transaksional dan sangat mungkin dipengaruhi oleh budaya kafir yang adadi sekitarnya. Tragisnya, janji itu menuntut nyawa anaknya sendiri, anaknya yang tunggal. Kisah ini menjelaskan kepada setiap orang percaya bahwa Tuhan tidak menghendaki korban manusia. Tuhan menghendaki hati yang taat, bukan janji yang lahir dari ketakutan atau ambisi. Di sini setiap orang percaya diingatkan untuk mengenal karakter Tuhan terlebih dahulu sebelum berani membuat komitmen besar. Kesalehan yang tidak berakar pada pengenalan akan Tuhan justru melukai orang-orang yang dikasihi. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
4 |
2025-08-22 |
Rut dan Maria: gambaran iman yang bertahan di tengah ketakpastian |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 22 Agustus 2025. Pesta wajib Santa Perawan Maria. Rut dan Maria sebagai gambar iman yang bertahan di tengah ketakpastian (Rut 1:1,3-6, 14-16,22) 1:1 Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel. Lalu pergilah seorang dari Betlehem-Yehuda beserta isterinya dan kedua anaknya laki-laki ke daerah Moab untuk menetap di sana sebagai orang asing. 1:3 Kemudian matilah Elimelekh, suami Naomi, sehingga perempuan itu tertinggal dengan kedua anaknya. 1:4 Keduanya mengambil perempuan Moab: yang pertama bernama Orpa, yang kedua bernama Rut dan mereka diam di situ kira-kira sepuluh tahun lamanya. 1:5 Lalu matilah juga keduanya, yakni Mahlon dan Kilyon, sehingga perempuan itu kehilangan kedua anaknya dan suaminya. 1:6 Kemudian berkemaslah ia dengan kedua menantunya dan ia pulang dari daerah Moab, sebab di daerah Moab ia mendengar bahwa TUHAN telah memperhatikan umat-Nya dan memberikan makanan kepada mereka. 1:14 Menangis pula mereka dengan suara keras, lalu Orpa mencium mertuanya itu minta diri, tetapi Rut tetap berpaut padanya. 1:15 Berkatalah Naomi: Telah pulang iparmu kepada bangsanya dan kepada para allahnya pulanglah mengikuti iparmu itu. 1:16 Tetapi kata Rut: Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku.” 1:22 Demikianlah Naomi pulang bersama-sama dengan Rut, perempuan Moab itu, menantunya, yang turut pulang dari daerah Moab. Dan sampailah mereka ke Betlehem pada permulaan musim menuai jelai. |
Berikut adalah dua pokok permenungan yang unik dan mendalam dari Rut 1:1–22 dalam hubungan dengan Pesta Perawan Maria: Pertama, Rut dan Maria sebagai gambar iman yang bertahan di tengah ketakpastian. Naomi mengalami kehilangan berlapis: tanah air, suami, dan kedua anaknya. Naomi pulang dalam kesedihan, membawa seorang menantu asing. Namun di tengah kesedihan dan kehilangan itu, Rut berkata: “Bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku” (ayat16). Perkataan ini mencerminkan iman Rut yang radikal. Rut meninggalkan segalanya demi kesetiaan, karena kasih dan imannya kepada Allah Israel. Demikian pula Maria, dalam Pesta Perawan Maria ini kita mengenang seorang perempuan muda yang juga memilih ketaatan radikal dalam kondisi yang tak menentu: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan jadilah padaku menurut perkataan-Mu.” (Luk. 1:38). Kisah ini mengingatkan setiap orang percaya bahwa kesetiaan sejati sering lahir dari “kekosongan”, situasi kehilangan harapan dan ketakpastian, ketika tidak ada lagi yang bisa diandalkan selain Tuhan. Seperti Rut dan Maria, beranikah kita tetap berjalan bersama Allah ketika segala pegangan dunia runtuh? Kedua, Rut dan Maria dalam rencana Allah. Rut adalah perempuan asing, bukan bagian dari umat pilihan, namun Allah memakai kesetiaannya untuk menjadi nenek moyang Daud—dan akhirnya, Yesus Sang Mesias. Rut masuk ke dalam silsilah keselamatan bukan karena darah, tetapi karena iman. Maria, seorang perempuan muda dari Nazaret yang tak berarti di mata dunia, juga dipilih Allah untuk menjadi pintu masuk Sang Juruselamat ke dunia. Melalui Maria, rencana Allah turun ke dunia melalui Rut, garis keturunan Mesias dijaga. Kedua kisah ini menegaskan bahwa Allah tidak bekerja melalui kekuasaan. Allah bekerja melalui hati yang berserah. Allah mengangkat yang kecil, orang asing, dan tak diperhitungkan untuk mewujudkan rencana keselamatan-Nya bagi dunia. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
5 |
2025-08-23 |
Allah bekerja lewat “kebetulan” yang dibalut kesetiaan |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 23 Agustus 2025. Allah bekerja lewat “kebetulan” yang dibalut kesetiaan (Rut 2:1-3,8-114:13-17). 2:1 Naomi itu mempunyai seorang sanak dari pihak suaminya, seorang yang kaya raya dari kaum Elimelekh, namanya Boas. 2:2 Maka Rut, perempuan Moab itu, berkata kepada Naomi: Biarkanlah aku pergi ke ladang memungut bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati kepadaku. Dan sahut Naomi kepadanya: Pergilah, anakku. 2:3 Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit kebetulan ia berada di tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh. 2:8 Sesudah itu berkatalah Boas kepada Rut: Dengarlah dahulu, anakku! Tidak usah engkau pergi memungut jelai ke ladang lain dan tidak usah juga engkau pergi dari sini, tetapi tetaplah dekat pengerja-pengerja perempuan. 2:9 Lihat saja ke ladang yang sedang disabit orang itu. Ikutilah perempuan-perempuan itu dari belakang. Sebab aku telah memesankan kepada pengerja-pengerja lelaki jangan mengganggu engkau. Jika engkau haus, pergilah ke tempayan-tempayan dan minumlah air yang dicedok oleh pengerja-pengerja itu. 2:10 Lalu sujudlah Rut menyembah dengan mukanya sampai ke tanah dan berkata kepadanya: Mengapakah aku mendapat belas kasihan dari padamu, sehingga tuan memperhatikan aku, padahal aku ini seorang asing? 2:11 Boas menjawab: Telah dikabarkan orang kepadaku dengan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan kepada mertuamu sesudah suamimu mati, dan bagaimana engkau meninggalkan ibu bapamu dan tanah kelahiranmu serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak engkau kenal. 4:13 Lalu Boas mengambil Rut dan perempuan itu menjadi isterinya dan dihampirinyalah dia. Maka atas karunia TUHAN perempuan itu mengandung, lalu melahirkan seorang anak laki-laki. 4:14 Sebab itu perempuan-perempuan berkata kepada Naomi: Terpujilah TUHAN, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus. Termasyhurlah kiranya nama anak itu di Israel. 4:15 Dan dialah yang akan menyegarkan jiwamu dan memelihara engkau pada waktu rambutmu telah putih sebab menantumu yang mengasihi engkau telah melahirkannya, perempuan yang lebih berharga bagimu dari tujuh anak laki-laki. 4:16 Dan Naomi mengambil anak itu serta meletakkannya pada pangkuannya dan dialah yang mengasuhnya. 4:17 Dan tetangga-tetangga perempuan memberi nama kepada anak itu, katanya: Pada Naomi telah lahir seorang anak laki-laki lalu mereka menyebutkan namanya Obed. Dialah ayah Isai, ayah Daud. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Rut 2:1–11 dan 4:13–17, dalam terang karya penyelamatan Allah yang tersembunyi namun terus bekerja melalui relasi, kesetiaan, dan belas kasihan: Pertama, Allah bekerja lewat “kebetulan” yang dibalut kesetiaan. “Kebetulan ia berada di tanah milik Boas...” (ayat 3)..“Telah dikabarkan orang kepadaku dengan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan...” (ayat 11). Rut datang ke ladang kebetulan di tanah milik Boas. Ini bukanlah kebetulan biasa, tetapi kebetulan yang merupakan momen ilahi. Allah memakai langkah kecil, keputusan sederhana, dan kebajikan manusia biasa untuk menyusun kepingan besar dari rencana penyelamatan-Nya. Kesetiaan Rut, yang tidak spektakuler secara manusiawi, justru menjadi saluran utama bagi karya besar Allah: kelahiran Obed, nenek moyang Daud dan Yesus. Bercermin pada pengalaman Rut, setiap orang percaya disadarkan agar melihat pengalaman kebetulan dalam hidup ini sebagai sebuah undangan untuk percaya bahwa Tuhan sedang bekerja dalam hal-hal kecil. Tindakan kasih yang tampak sepele, boleh jadi merupakan cara Tuhan mempersiapkan keajaiban-Nya. Kedua, kasih yang mengangkat dan memulihkan. Dalam ayat 10 Rut berujar: “Mengapakah aku mendapat belas kasihan... padahal aku ini seorang asing?” Lalu pada ayat 14 perempuan-perempuan berkata kepada Rut: “Terpujilah TUHAN, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus.” Rut, perempuan Moab, perempuan asing, mengalami dua hal besar: belas kasihan dari Boas, dan kasih Allah yang menebus hidupnya. Rut tidak saja disambut, tetapi Rut diberi tempat terhormat dalam sejarah keselamatan. Dari perempuan yang “mengais sisa” di ladang, Rut menjadi ibu dari Obed, leluhur Daud, yang akhirnya juga menjadi leluhur Yesus Kristus. Kisah ini menegaskan bahwa kasih sejati menerima perbedaan, menebus, memulihkan, dan mengangkat. Seperti Boas kepada Rut, seperti Allah kepada kita. Karena itu sebuah pertanyaan reflektif boleh diajukan di sini: Apakah kita juga bersedia menjadi saluran belas kasih Allah yang mengubah hidup orang lain? Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
6 |
2025-08-24 |
Yang terluput yang diutus |
Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 24 Agustus 2025. Minggu Biasa XXI. Yang terluput yang diutus (Yesaya 66:18-21). 66:18 Aku mengenal segala perbuatan dan rancangan mereka, dan Aku datang untuk mengumpulkan segala bangsa dari semua bahasa, dan mereka itu akan datang dan melihat kemuliaan-Ku. 66:19 Aku akan menaruh tanda di tengah-tengah mereka dan akan mengutus dari antara mereka orang-orang yang terluput kepada bangsa-bangsa, yakni Tarsis, Pul dan Lud, ke Mesekh dan Rosh, ke Tubal dan Yawan, ke pulau-pulau yang jauh yang belum pernah mendengar kabar tentang Aku dan yang belum pernah melihat kemuliaan-Ku, supaya mereka memberitakan kemuliaan-Ku di antara bangsa-bangsa. 66:20 Mereka itu akan membawa semua saudaramu dari antara segala bangsa sebagai korban untuk TUHAN di atas kuda dan kereta dan di atas usungan, di atas bagal dan unta betina yang cepat, ke atas gunung-Ku yang kudus, ke Yerusalem, firman TUHAN, sama seperti orang Israel membawa korban dalam wadah yang tahir ke dalam rumah TUHAN. 66:21 Juga dari antara mereka akan Kuambil imam-imam dan orang-orang Lewi, firman TUHAN. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari Minggu ini, Yesaya 66:18–21: Pertama, undangan bagi segala bangsa. Dalam ayat 18 Tuhan berfirman: “Aku datang untuk mengumpulkan segala bangsa dari semua bahasa, dan mereka itu akan datang dan melihat kemuliaan-Ku.” Nubuat nabi Yesaya ini menandai terjadinya pergeseran besar dalam pemahaman iman, yaitu kemuliaan Tuhan tidak lagi terbatas bagi Israel saja, melainkan meluas bagi seluruh umat manusia. Tuhan ingin agar semua bangsa, termasuk yang “belum pernah mendengar kabar tentang Aku” (ayat 19) dapat mengalami kehadiran dan kemuliaan-Nya. Nubuat ini mengundang setiap orang percaya untuk keluar dari zona nyaman untuk membawa kemuliaan Tuhan kepada mereka yang belum pernah mendengarnya. Kedua, yang terluput yang diutus. Dalam ayat 19 dikatakan: “Aku akan menaruh tanda di tengah-tengah mereka dan akan mengutus dari antara mereka orang-orang yang terluput...” Dalam ayat ini jelas dinyatakan bahwa Tuhan tidak memilih duta besar-Nya dari kalangan elit, tetapi dari mereka yang “terluput”: mereka yang selamat, yang mungkin terluka dan telah mengalami penyelamatan. Mereka diutus bukan hanya untuk kembali ke Yerusalem, tetapi untuk pergi jauh: ke Tarsis, Pul, Lud, bahkan “ke pulau-pulau yang jauh” (ayat 19). Nabi Yesaya melalui bacaan ini menegaskan bahwa pengalaman diselamatkan merupakan awal sebuah perutusan. Setiap orang yang telah mengalami kasih dan kebaikan Tuhan dipanggil untuk berbagi. Mari berbagi kasih dan kebaikan Tuhan kepada sesama. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
7 |
2025-08-25 |
Ciri Gereja yang hidup |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 25 Agustus 2025. Ciri gereja yang hidup (1 Tesalonika 1:2-58-10). 1:2 Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doa kami. 1:3 Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita. 1:4 Dan kami tahu, hai saudara-saudara yang dikasihi Allah, bahwa Ia telah memilih kamu. 1:5 Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu. 1:8 Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah, sehingga kami tidak usah mengatakan apa-apa tentang hal itu. 1:9 Sebab mereka sendiri berceritera tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar, 1:10 dan untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari sorga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Tesalonika 1:2–10: Pertama, ciri Gereja yang hidup. Dalam ayat 3 dikatakan: “Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu, dan ketekunan pengharapanmu...” Iman sejati bukan hanya pengakuan dalam hati atau bibir, tetapi nyata dalam tindakan: iman yang bekerja, kasih yang berusaha, dan pengharapan yang bertahan dalam penderitaan. Ini bukan spiritualitas teoritis, tetapi kehidupan yang konkret dan dinamis. Inilah ciri gereja yang hidup yang dikenang Paulus dari jemaat Tesalonika. Kedua, hidup baru yang digerakkan oleh Roh. Dalam ayat 5 Paulus berkata: “...dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh.” Kekuatan Roh itu telah membuat orang Tesalonika berbalik seperti dikatakan dalam ayat 9: “Kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar.” Pertobatan jemaat Tesalonika bukan hasil bujukan intelektual atau emosi sesaat. Mereka mengalami Injil yang datang “dengan kekuatan oleh Roh Kudus”. Kekuatan inilah yang mengubah arah hidup mereka secara radikal: dari menyembah berhala menjadi pelayan Allah yang hidup, dari hidup duniawi menjadi umat yang menantikan kedatangan Kristus. Dewasa ini setiap orang percaya pun dipanggil untuk hidup dengan arah yang baru, bukan sekadar percaya secara nominal, tetapi sungguh meninggalkan “berhala-berhala” modern: entah berupa ego, materi, pengakuan sosial, untuk hidup dalam penyembahan sejati kepada Allah yang hidup. Roh Kuduslah yang memberi kita kekuatan untuk perubahan itu. Mari biarkan Roh Kudus bekerja dalam hidupmu. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
8 |
2025-08-26 |
Pewarta: menjadi sahabat bagi sesama |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 26 Agustus 2025. Pewarta: menjadi sahabat bagi sesama. (1Tesalonika 2:1-8). 2:1 Kamu sendiripun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia. 2:2 Tetapi sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat. 2:3 Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. 2:4 Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. 2:5 Karena kami tidak pernah bermulut manis--hal itu kamu ketahui--dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi--Allah adalah saksi-- 2:6 juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus. 2:7 Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. 2:8 Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Tesalonika 2:1–8: Pertama, keberanian untuk memberitakan Injil. Dalam ayat 2 Paulus berkata: “...kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat.” Dalam ayat 4 Paulus meneruskan: “...kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.” Paulus menegaskan bahwa pewartaan Injil bukanlah panggung mencari pengaruh atau kenyamanan, tetapi panggilan yang sering lahir dari penderitaan dan keberanian ilahi. Dalam dunia yang sering mengukur keberhasilan dari jumlah pengikut atau penerimaan publik, Paulus mengingatkan bahwa keberhasilan rohani sejati diukur dari kemurnian hati dan kesetiaan kepada Allah, bukan respons manusia. Dengan cara itu, Paulus hendak menegaskan bahwa di tengah tantangan dan penolakan, setiap orang percaya diundang untuk berani memberitakan kebenaran dengan tetap tekun dan setia sebagai bukti diri yang berkomitmen dan berintegritas. Kedua, pewarta: menjadi sahabat bagi sesama. Dalam ayat 7-8 Paulus menggambarkan jati diri seorang pewarta: “...seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. ...bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri...” Dalam kedua ayat ini Paulus menjelaskan tentang jati dirinya sebagai seorang pewarta. Paulus tidak hanya menyampaikan firman Tuhan, tetapi juga membagikan hidupnya secara nyata: kasih, perhatian, kehadiran. Ini adalah model pewartaan yang sangat manusiawi dan sangat rohani relasi kasih yang mendalam menjadi tempat Injil mengakar dan bertumbuh. Injil yang otentik bukan sekadar berita, tapi kehidupan yang dijalani bersama. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
9 |
2025-08-27 |
Injil yang dihidupi |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Rabu, 27 Agustus 2025. Peringatan wajib. St. Monika. Injil yang dihidupi (1Tesalonika 2:9-13). 2:9 Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu. 2:10 Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya. 2:11 Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, 2:12 dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya. 2:13 Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi? dan memang sungguh-sungguh demikian? sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Tesalonika 2:9–13: pertama, Injil yang dihidupi. Dalam ayat 9 Paulus berkata: “Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu…” Paulus dan rekan-rekannya tidak hanya memberitakan Injil dengan mulut, tetapi dengan cara hidup yang penuh pengorbanan dan integritas. Mereka menolak menjadi beban bagi jemaat. Mereka bekerja keras siang dan malam menghidupi Injil yang mereka wartakan. Perkataan Paulus ini merupakan ajakan kepada setiap orang percaya untuk menyadari bahwa pewartaan Injil sejati tidak cukup hanya dengan kata-kata atau khotbah, tetapi harus disertai dengan teladan hidup yang nyata. Kedua, Firman Allah yang hidup dan bekerja di dalam diri setiap orang percaya. Dalam ayat 13 Paulus berkata: “...kamu telah menerima firman Allah... sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya.” Bagi orang yang sungguh percaya, Firman itu hidup dan bekerja secara aktif dalam diri orang tersebut. Firman Allah itu mengubah hati, membentuk karakter, dan menuntun hidup. Paulus bersyukur karena jemaat di Tesalonika tidak menganggap firman itu sebagai perkataan manusia semata, melainkan menerima dan menghidupinya sebagai kebenaran ilahi. Paulus bersaksi bahwa jemaat Tesalonika mengalami perubahan dalam hidup mereka oleh Firman Allah. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
10 |
2025-08-28 |
Kasih sebagai transformasi batin |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Kamis, 28 Agustus 2025. Pesta St. Agustinus. Kasih sebagai transformasi batin (1Tesalonika 3:7-13). 3:7 maka kami juga, saudara-saudara, dalam segala kesesakan dan kesukaran kami menjadi terhibur oleh kamu dan oleh imanmu. 3:8 Sekarang kami hidup kembali, asal saja kamu teguh berdiri di dalam Tuhan. 3:9 Sebab ucapan syukur apakah yang dapat kami persembahkan kepada Allah atas segala sukacita, yang kami peroleh karena kamu, di hadapan Allah kita? 3:10 Siang malam kami berdoa sungguh-sungguh, supaya kita bertemu muka dengan muka dan menambahkan apa yang masih kurang pada imanmu. 3:11 Kiranya Dia, Allah dan Bapa kita, dan Yesus, Tuhan kita, membukakan kami jalan kepadamu. 3:12 Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu. 3:13 Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Tesalonika 3:7–13: Pertama, iman yang menghidupkan. Dalam ayat 8 Paulus berkata: “Sekarang kami hidup kembali, asal saja kamu teguh berdiri di dalam Tuhan.” Dalam ayat ini, Paulus menunjukkan bahwa penghiburan dan kehidupan kembali datang ketika kita melihat sesama saudara seiman tetap teguh berdiri dalam Tuhan. Melalui ayat ini, kita belajar bahwa komunitas iman merupakan sumber kehidupan rohani bersama, di mana keteguhan iman satu orang dapat menjadi bara api yang menyemangati bagi yang lain. Kedua, kasih yang berkembang. Dalam ayat 12-13 Paulus berdoa: “Kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih… supaya tak bercacat dan kudus di hadapan Allah…” Paulus memohon agar selain iman dan penghiburan, jemaat Tesalonika mengalami perkembangan dalam kasih. Paulus berdoa agar kasih jemaat Tesalonika tidak hanya sampai taraf cukup, tetapi berkelimpahan. Kasih yang berkelimpahan berkembang dalam hati yang tak bercacat dan kudus. Semuanya ini merupakan kondisi manusia yang pantas menjelang kedatangan Kristus. Melalui kedua ayat ini, kita diundang untuk melihat kasih sebagai proses transformasi batin yang menjadikan kita layak berdiri di hadapan Tuhan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |