Pewarta: menjadi sahabat bagi sesama
...

Pewarta: menjadi sahabat bagi sesama

Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 26 Agustus 2025. Pewarta: menjadi sahabat bagi sesama. (1Tesalonika 2:1-8). 2:1 Kamu sendiripun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia. 2:2 Tetapi sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat. 2:3 Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. 2:4 Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. 2:5 Karena kami tidak pernah bermulut manis--hal itu kamu ketahui--dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi--Allah adalah saksi-- 2:6 juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus. 2:7 Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. 2:8 Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.

Renungan :

Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Tesalonika 2:1–8: Pertama, keberanian untuk memberitakan Injil. Dalam ayat 2 Paulus berkata: “...kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat.” Dalam ayat 4 Paulus meneruskan: “...kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.” Paulus menegaskan bahwa pewartaan Injil bukanlah panggung mencari pengaruh atau kenyamanan, tetapi panggilan yang sering lahir dari penderitaan dan keberanian ilahi. Dalam dunia yang sering mengukur keberhasilan dari jumlah pengikut atau penerimaan publik, Paulus mengingatkan bahwa keberhasilan rohani sejati diukur dari kemurnian hati dan kesetiaan kepada Allah, bukan respons manusia. Dengan cara itu, Paulus hendak menegaskan bahwa di tengah tantangan dan penolakan, setiap orang percaya diundang untuk berani memberitakan kebenaran dengan tetap tekun dan setia sebagai bukti diri yang berkomitmen dan berintegritas. Kedua, pewarta: menjadi sahabat bagi sesama. Dalam ayat 7-8 Paulus menggambarkan jati diri seorang pewarta: “...seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. ...bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri...” Dalam kedua ayat ini Paulus menjelaskan tentang jati dirinya sebagai seorang pewarta. Paulus tidak hanya menyampaikan firman Tuhan, tetapi juga membagikan hidupnya secara nyata: kasih, perhatian, kehadiran. Ini adalah model pewartaan yang sangat manusiawi dan sangat rohani relasi kasih yang mendalam menjadi tempat Injil mengakar dan bertumbuh. Injil yang otentik bukan sekadar berita, tapi kehidupan yang dijalani bersama. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr).

Kembali ke Beranda