1 |
2025-07-20 |
Keramahtamahan sebagai ruang kudus |
Memotivasi Diri, Minggu, 20 Juli 2025. Keramahtamahan sebagai ruang kudus (Kejadian 18:1-10a). 18:1 Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik. 18:2 Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah, 18:3 erta berkata: Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini. 18:4 Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini 18:5 biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini. Jawab mereka: Perbuatlah seperti yang kaukatakan itu. 18:6 Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar! 18:7 Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya. 18:8 Kemudian diambilnya dadih dan susu serta anak lembu yang telah diolah itu, lalu dihidangkannya di depan orang-orang itu dan ia berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sedang mereka makan. 18:9 Lalu kata mereka kepadanya: Di manakah Sara, isterimu? Jawabnya: Di sana, di dalam kemah. 18:10 Dan firman-Nya: Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki. Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari ini, Kejadian 18:1–10: Pertama, keramahtamahan sebagai ruang kudus. Dalam ayat 2 dijelaskan sikap Abraham menyambut tamunya: “Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya... ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah.” Abraham hanya melihat tiga orang asing berdiri di tengah teriknya mentari. Dengan penuh keramahan Abraham berlari menyongsong, bersujud, dan segera menyediakan roti, air, dan daging bagi para tamu tersebut. Abraham menerima dan memperlakukan para tamunya dengan sopan, penuh kasih dan hormat. Abraham tidak tahu bahwa ia sedang menjamu Tuhan sendiri. Bagi saya, kehadiran Tuhan dalam kisah ini merupakan salah satu peristiwa paling misterius dalam Kitab Suci. Tuhan hadir dalam wujud yang biasa, dalam sosok tamu yang tidak dikenal. Tuhan tidak selalu kehadiran secara dramatis. Tuhan dapat hadir dalam percakapan sederhana, dalam permintaan bantuan yang tak terduga, dalam tamu yang tidak diharapkan, atau dalam diri orang asing. Hati yang terbuka penuh kasih dan sikap keramahtamahan merupakan ruang kudus, tempat perjumpaan dengan Tuhan sendiri. Kedua, hati yang terlatih selalu siap melayani. Dalam ayat 6-7 dikisahkan kesiapan Abraham melayani para tamunya. Abraham berkata kepada Sara: “Segeralah! Ambil tiga sukat tepung... buatlah roti bundar! ... ia mengambil seekor anak lembu... dan mengolahnya.” Perjumpaan Abraham dengan para tamu tersebut terjadi tanpa persiapan. Namun Abraham dan Sara melalukan semuanya dengan spontan, total, dan penuh semangat. Dalam situasi tanpa persiapan, Abraham dengan sigap menyediakan yang terbaik tepung terbaik, anak lembu pilihan, dan susu segar. Dan yang menarik, Abraham sendiri tidak ikut makan, melainkan berdiri melayani di dekat mereka. Dalam kisah ini, Abraham menunjukkan bahwa kesiapan untuk melayani lahir dari hati yang terlatih untuk memberi kapan pun diminta. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
2 |
2025-07-21 |
Melepaskan masa lalu |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 21 Juli 2025. Melepaskan masa lalu (Keluaran 14:5-18). 14:5 Ketika diberitahukan kepada raja Mesir, bahwa bangsa itu telah lari, maka berubahlah hati Firaun dan pegawai-pegawainya terhadap bangsa itu, dan berkatalah mereka: Apakah yang telah kita perbuat ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita? 14:6 Kemudian ia memasang keretanya dan membawa rakyatnya serta. 14:7 Ia membawa enam ratus kereta yang terpilih, ya, segala kereta Mesir, masing-masing lengkap dengan perwiranya. 14:8 Demikianlah TUHAN mengeraskan hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar orang Israel. Tetapi orang Israel berjalan terus dipimpin oleh tangan yang dinaikkan. 14:9 Adapun orang Mesir, segala kuda dan kereta Firaun, orang-orang berkuda dan pasukannya, mengejar mereka dan mencapai mereka pada waktu mereka berkemah di tepi laut, dekat Pi-Hahirot di depan Baal-Zefon. 14:10 Ketika Firaun telah dekat, orang Israel menoleh, maka tampaklah orang Mesir bergerak menyusul mereka. Lalu sangat ketakutanlah orang Israel dan mereka berseru-seru kepada TUHAN, 14:11 dan mereka berkata kepada Musa: Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? 14:12 Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini. 14:13 Tetapi berkatalah Musa kepada bangsa itu: Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. 14:14 TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja. 14:15 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat. 14:16 Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering. 14:17 Tetapi sungguh Aku akan mengeraskan hati orang Mesir, sehingga mereka menyusul orang Israel, dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya, keretanya dan orangnya yang berkuda, Aku akan menyatakan kemuliaan-Ku. 14:18 Maka orang Mesir akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, apabila Aku memperlihatkan kemuliaan-Ku terhadap Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Keluaran 14:5–18: Pertama, melepaskan masa lalu. Ada dua ayat yang perlu dikutip dalam bagian ini, yaitu ayat 5 dan ayat 11. Dalam ayat 5, Firaun dan para pegawainya berkata: “Apakah yang telah kita perbuat ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita?” Dan pada ayat 11, orang-orang Israel berseru kepada Musa: “Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini?” Kedua ayat ini menjelaskan tanggapan terhadap masa lalu. Firaun dan para pegawainya menyesali kebebasan yang diberikan kepada orang Israel, sementara orang Israel meragukan pembebasan yang tengah dilakukan Tuhan melalui Musa. Orang Israel lebih memilih perbudakan, karena mereka sudah terbiasa diperbudak daripada kebebasan yang tak terduga dan menakutkan”. Kisah ini boleh dibaca sebagai gambaran pergulatan batin manusia ketika manusia berusaha melepaskan diri dari dosa, luka masa lalu, atau kebiasaan buruk: dosa tidak melepaskan manusia begitu saja, dan manusia pun kadang ingin kembali kepada dosa karena takut akan “ketidakpastian” dalam perubahan. Iman sejati sering menuntut orang percaya untuk berjalan terus, walaupun ketakutan masih mengejar dari belakang. Perubahan sejati bukan hanya soal keluar dari Mesir, tapi juga melepaskan Mesir dari dalam diri kita. Kedua, diam saja dan lihat. Dalam ayat 14 Musa berkata kepada orang Israel: “Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja.” Dan pada ayat 15, Tuhan berfirman kepada Musa: “Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat.” Dalam kedua ayat ini kita belajar bagaimana harus percaya. Tuhan menyuruh umat Israel untuk diam lalu Tuhan memerintahkan mereka untuk bergerak. Diam di sini tidak berarti pasif. Diam berarti percaya penuh pada penyelenggaraan Ilahi. Dalam diam penuh iman atau dalam posisi hati yang percaya, umat dapat melangkah ke depan. Sebab mujizat Tuhan tidak terjadi di zona ragu-ragu, tetapi dalam langkah iman yang berani. Tuhan tidak selalu menyingkirkan bahaya terlebih dahulu kadang Tuhan meminta orang percaya untuk melangkah ke laut sebelum laut itu terbelah. Tuhan tidak membutuhkan kekuatan manusia untuk bertindak Tuhan hanya membutuhkan iman orang percaya. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
3 |
2025-07-22 |
Membawa ke rumah ibuku |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 22 Juli 2025. Pesta Santa Maria Magdalena. Membawa ke rumah ibuku (Kidung Agung 3:1-4). 3:1 Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. 3:2 Aku hendak bangun dan berkeliling di kota di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan kucari dia, jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. 3:3 Aku ditemui peronda-peronda kota. Apakah kamu melihat jantung hatiku? 3:4 Baru saja aku meninggalkan mereka, kutemui jantung hatiku kupegang dan tak kulepaskan dia, sampai kubawa dia ke rumah ibuku, ke kamar orang yang melahirkan aku. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Kidung Agung 3:1–4: Pertama, cinta yang tak mau berhenti sebelum bertemu. Dalam ayat 1 dikatakan: “Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku…” Bacaan ini dibacakan saat Gereja memperingati pesta St. Maria Magdalena. Dalam kisah Santa Maria Magdalena, kita melihat gambaran paling nyata dari pencarian ini. Saat Yesus wafat, cintanya tidak sirna. Di pagi yang masih Maria Magdalena datang ke kubur, mencari “jantung hatinya”. Ia tak bisa berdiam diri di ranjang kesedihan ia bangun pagi-pagi benar dan pergi mencari Tuhan. Cinta sejati tidak terpuaskan hanya dengan kenangan. Seperti Maria Magdalena, cinta itu menuntun kita untuk terus mencari, bahkan di antara bayang-bayang kematian. Kadang kita mencari Tuhan di tempat yang salah di kenyamanan, dalam ritual yang rutin, atau di tengah keramaian dunia. Cinta yang sejati tidak akan pernah menyerah. Seperti dikatakan dalam ayat 4, jika kita meninggalkan semuanya itu, kita pun akan mengalami momen ini: “Baru saja aku meninggalkan mereka, kutemui jantung hatiku.” Tuhan menampakkan diri-Nya kepada Magdalena secara pribadi di dalam relung cinta terdalamnya. Kedua, cinta yang menyatu dengan hidup yang baru. Dalam ayat 4b dikatakan: “Kupegang dan tak kulepaskan dia, sampai kubawa dia ke rumah ibuku, ke kamar orang yang melahirkan aku.” Maria Magdalena, setelah bertemu Yesus yang bangkit, tidak mau melepaskan-Nya. Tapi Yesus berkata, “Jangan sentuh Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa” (Yohanes 20:17). Ini bukan penolakan, tetapi ajakan untuk membawa cinta itu lebih dalam yaitu dari sentuhan fisik menuju kesatuan rohani. Dalam Kidung Agung, “membawa ke rumah ibu” adalah simbol membawa cinta ke tempat asal kehidupan, tempat di mana cinta dan identitas menyatu. Bagi Maria Magdalena, pertemuan dengan Yesus yang bangkit meerupakan titik balik: dari duka menuju sukacita, dari keterikatan duniawi menuju perutusan. Kita pun dipanggil untuk tidak hanya “menemukan” Tuhan dan menahannya dalam bentuk sentimental, tetapi membawa-Nya masuk ke dalam kehidupan terdalam kita, ke “kamar ibu”, tempat di mana hidup baru dilahirkan. Dalam perjumpaan sejati dengan Kristus, kita pun dilahirkan kembali sebagai utusan cinta dan saksi kebangkitan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
4 |
2025-07-23 |
Manna: rahmat yang turun setiap hari |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Rabu, 23 Juli 2025. Manna: rahmat yang turun setiap hari (Keluaran 6:1-5, 9-15). 16:1 Setelah mereka berangkat dari Elim, tibalah segenap jemaah Israel di padang gurun Sin, yang terletak di antara Elim dan gunung Sinai, pada hari yang kelima belas bulan yang kedua, sejak mereka keluar dari tanah Mesir. 16:2 Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada Musa dan Harun 16:3 dan berkata kepada mereka: Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan. 16:4 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu maka bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukum-Ku atau tidak. 16:5 Dan pada hari yang keenam, apabila mereka memasak yang dibawa mereka pulang, maka yang dibawa itu akan terdapat dua kali lipat banyaknya dari apa yang dipungut mereka sehari-hari. 16:9 Kata Musa kepada Harun: Katakanlah kepada segenap jemaah Israel: Marilah dekat ke hadapan TUHAN, sebab Ia telah mendengar sungut-sungutmu. 16:10 Dan sedang Harun berbicara kepada segenap jemaah Israel, mereka memalingkan mukanya ke arah padang gurun--maka tampaklah kemuliaan TUHAN dalam awan. 16:11 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: 16:12 Aku telah mendengar sungut-sungut orang Israel katakanlah kepada mereka: Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, Allahmu. 16:13 Pada waktu petang datanglah berduyun-duyun burung puyuh yang menutupi perkemahan itu dan pada waktu pagi terletaklah embun sekeliling perkemahan itu. 16:14 Ketika embun itu telah menguap, tampaklah pada permukaan padang gurun sesuatu yang halus, sesuatu yang seperti sisik, halus seperti embun beku di bumi. 16:15 Ketika orang Israel melihatnya, berkatalah mereka seorang kepada yang lain: Apakah ini? Sebab mereka tidak tahu apa itu. Tetapi Musa berkata kepada mereka: Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Keluaran 16:1–15: Pertama, kenangan akan perbudakan lebih menggoda daripada kebebasan yang menyakitkan. Dalam ayat 3, orang Israel berkata kepada Musa dan Harun: “Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir… ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging…” Orang Israel, yang baru saja dibebaskan dari perbudakan Mesir, kini mulai bersungut-sungut karena merasa lapar. Ironisnya, mereka merindukan situasi perbudakan karena di sana ada “kuali daging dan roti yang dapat mereka makan sampai kenyang”. Hemat saya, hal ini menjadi gambaran realitas batin kita: sering kita lebih memilih kenyamanan yang mengikat daripada kebebasan yang menuntut iman dan pengorbanan. Kebebasan rohani tidak selalu langsung membawa kenyamanan, melainkan menguji kedalaman iman kita. Padang gurun merupakan ruang kosong di mana ilusi kita tentang keamanan diuji. Dalam spiritualitas, keadaan padang gurun merupakan masa “kekeringan rohani”, di mana kita cenderung mengidealkan masa lalu yang sesungguhnya menindas kita. Justru dalam situasi inilah, Tuhan memurnikan motivasi kita: Apakah kita mengikuti Tuhan karena kenyamanan, atau karena kasih? Apakah kita rindu Mesir karena kita lapar secara fisik, atau karena kita belum sepenuhnya percaya bahwa Tuhan adalah satu-satunya pemelihara hidup? Kedua, Manna: rahmat yang turun setiap hari, namun sering tak dikenali. Dalam ayat 15 dikisahkan: “Ketika orang Israel melihatnya, berkatalah mereka… ‘Apakah ini?’… Tetapi Musa berkata… ‘Inilah roti yang diberikan TUHAN…’” Tuhan menjawab keluhan umat-Nya dengan mengirimkan roti dari langit (manna). Mereka tidak mengenalinya. Respons pertama mereka adalah bingung. Mereka bertanya: “Apa ini?” Memang sering rahmat Allah tidak datang dalam bentuk yang kita harapkan atau kenal. Manna bukan daging panggang atau roti Mesir, melainkan “sesuatu yang halus… seperti embun beku”. Kita sering melewatkan apa yang disediakan Tuhan karena Tuhan melakukannya dalam hal-hal yang sederhana dan sehari-hari. Kita perlu belajar untuk melihat rahmat di tengah embun pagi, dalam keheningan dan kebeningan, dalam rutinitas yang tampak biasa. Manna adalah simbol dari sabda, Ekaristi, dan kehadiran Allah yang setia, yang turun setiap hari, cukup untuk hari ini. Tuhan mengundang kita untuk hidup dalam kebergantungan penuh kerendahan hati dan rasa syukur. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
5 |
2025-07-24 |
Menguduskan diri |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Kamis, 24 Juli 2025. Menguduskan diri (Keluaran 19: 1-2,9-11,16-20b). 19:1 Pada bulan ketiga setelah orang Israel keluar dari tanah Mesir, mereka tiba di padang gurun Sinai pada hari itu juga. 19:2 Setelah mereka berangkat dari Rafidim, tibalah mereka di padang gurun Sinai, lalu mereka berkemah di padang gurun orang Israel berkemah di sana di depan gunung itu. 19:9 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: Sesungguhnya Aku akan datang kepadamu dalam awan yang tebal, dengan maksud supaya dapat didengar oleh bangsa itu apabila Aku berbicara dengan engkau, dan juga supaya mereka senantiasa percaya kepadamu. Lalu Musa memberitahukan perkataan bangsa itu kepada TUHAN. 19:10 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: Pergilah kepada bangsa itu suruhlah mereka menguduskan diri pada hari ini dan besok, dan mereka harus mencuci pakaiannya. 19:11 Menjelang hari ketiga mereka harus bersiap, sebab pada hari ketiga TUHAN akan turun di depan mata seluruh bangsa itu di gunung Sinai. 19:16 Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan. 19:17 Lalu Musa membawa bangsa itu keluar dari perkemahan untuk menjumpai Allah dan berdirilah mereka pada kaki gunung. 19:18 Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap, karena TUHAN turun ke atasnya dalam api asapnya membubung seperti asap dari dapur, dan seluruh gunung itu gemetar sangat. 19:19 Bunyi sangkakala kian lama kian keras. Berbicaralah Musa, lalu Allah menjawabnya dalam guruh. 19:20 Lalu turunlah TUHAN ke atas gunung Sinai, ke atas puncak gunung itu, maka TUHAN memanggil Musa ke puncak gunung itu, dan naiklah Musa ke atas. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Keluaran 19:1–20: Pertama, menguduskan diri. Dalam ayat 10-11 orang Israel diperintahkan untuk menguduskan diri mereka sebelum bertemu dengan Tuhan: “Suruhlah mereka menguduskan diri… mencuci pakaian… bersiap menjelang hari ketiga…” Sebelum Tuhan menyatakan diri-Nya di Sinai, Tuhan memerintahkan umat Israel untuk menguduskan diri, mencuci pakaian, dan bersiap tiga hari. Menguduskan diri berarti umat Israel diminta untuk memisahkan diri dari dosa dan hal-hal duniawi serta memfokuskan diri untuk bertemu dengan Tuhan. Mencuci pakaian merupakan lambang pembersihan diri kenajisan lahiriah sebagai bagian dari persiapan untuk bertemu Tuhan. Di sini ingin ditekankan bahwa persiapan batiniah dan lahiriah penting dalam perjumpaan dengan Tuhan. Persiapan dilakukan dalam tiga hari. Angka tiga (3) dalam Alkitab merupakan simbol kekudusan. Itu berarti manusia perlu menyiapkan/menyucikan segenap diri untuk bertemu Tuhan, yang adalah kudus. Perelu disadari bahwa kesucian bukanlah aksesori, melainkan prasyarat untuk memahami dan mengalami Allah dengan utuh. Pengudusan diri adalah bentuk keterbukaan total kepada Tuhan. Kedua, kedahsyatan Tuhan. Dalam ayat 18 dikatakan: “Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap… TUHAN turun ke atasnya dalam api… dan seluruh gunung itu gemetar sangat…” Dalam peristiwa ini, Tuhan tidak datang dalam bisikan lembut, melainkan dalam guruh, api, asap, dan guncangan bumi. Gunung pun gemetar. Inilah pengalaman umat Israel akan Allah yang Mahatinggi, Mahakudus, dan benar-benar lain dari manusia. Tuhan yang dahsyat. Pengalaman ini memberikan gambaran kepada setiap orang percaya bahwa Tuhan dalam hadir dalam pengalaman yang romantis, lembut dan penuh kasih, dan Tuhan juga dapat hadir dalam kedahsyatan yang menggetarkan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
6 |
2025-07-25 |
Bejana tanah liat |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 25 Juli 2025. Pesta Santo Yakobus Rasul. Bejana tanah liat (2Korintus 4:7-15). 4:7 Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. 4:8 Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit kami habis akal, namun tidak putus asa 4:9 kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. 4:10 Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. 4:11 Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini. 4:12 Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu. 4:13 Namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata, maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata. 4:14 Karena kami tahu, bahwa Ia, yang telah membangkitkan Tuhan Yesus, akan membangkitkan kami juga bersama-sama dengan Yesus. Dan Ia akan menghadapkan kami bersama-sama dengan kamu kepada diri-Nya. 4:15 Sebab semuanya itu terjadi oleh karena kamu, supaya kasih karunia, yang semakin besar berhubung dengan semakin banyaknya orang yang menjadi percaya, menyebabkan semakin melimpahnya ucapan syukur bagi kemuliaan Allah. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 2 Korintus 4:7–15, dikaitkan secara khusus dengan Pesta Santo Yakobus Rasul: Pertama, bejana tanah liat. Dalam ayat 7 dikatakan: “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.” Santo Yakobus, putra Zebedeus, saudara Yohanes, adalah salah satu dari murid pertama yang dipanggil oleh Yesus. Yakobus dikenal sangat bersemangat dan penuh ambisi. Hal ini terlihat ketika Yakobus bersama saudaranya Yohanes, melalui ibu mereka meminta duduk di sisi kanan dan kiri Yesus dalam kemuliaan (Mrk 10:37). Akan tetapi setelah menjadi rasul dan murid yang berjalan bersama Yesus sang Guru, Yakobus belajar bahwa kemuliaan kerasulan bukanlah soal kekuasaan atau soal duduk di sisi kiri atau kanan Tuhan, tetapi tentang menjadi bejana tanah liat yang rapuh, namun diisi oleh kuasa Allah. Santo Yakobus menyadari bahwa kemuliaan panggilan rasul dijalankan dalam kerapuhan manusia untuk menampakkan kemuliaan dan kebesaran Tuhan. Santo Yakobus melakukan transformasi hidup seorang rasul: dari semangat duniawi menuju semangat salib. Melalui hidup dan kemartirannya, Santo Yakobus menyata bahwa Allah memilih yang rapuh untuk membawa yang kekal, supaya keagungan kasih dan kekuatan Allah bersinar melalui kelemahan manusiawi manusia. Kedua, salib yang menghidupkan. Dalam ayat 10 dan 12 kita membaca: “Kami senantiasa membawa kematian Yesus dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata...Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu.” Santo Yakobus menyerahkan nyawanya demi Kristus. Santo Yakobus adalah rasul pertama yang mati sebagai martir. Hidupnya mewujudkan kebenaran perkataan Santo Paulus di atas “memikul kematian Yesus dalam tubuhnya, agar hidup Yesus nyata bagi Gereja”. Santo Yakobus menjadi saksi Kristus melalui penderitaan dan kesetiaan. Setiap orang percaya, dipanggil untuk menjadi rasul dalam konteks kehidupannya masing-masing: memikul salibnya, mengalami luka, menanggung risiko. Setiap orang percaya diundang untuk percaya bahwa kesetiaan dalam penderitaan akan menjadi jalan hidup bagi sesama, karena maut giat di dalam kami dan hidup giat di dalam kamu. Panggilan rasuli terwujud dalam kerelaan setiap orang percaya untuk memberikan hidupnya menjadi tempat di mana kematian dan kebangkitan Kristus dapat dialami orang lain. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
7 |
2025-07-26 |
Warisan kudus yang terus dikenang |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 26 Juli 2025. Peringatan wajib St. Yoakim dan St. Anna, orang tua Santa Perawan Maria. Warisan kudus yang terus dikenang (Sir. 44:1,10-15). 44:1 Dan sekarang kami hendak memuji orang-orang termasyhur, para nenek moyang kita menurut urut-urutannya. 44:10 Tetapi yang berikut ini adalah orang kesayangan, yang kebajikannya tidak sampai terlupa 44:11 semuanya tetap tinggal pada keturunannya sebagai warisan baik yang berasal dari mereka. 44:12 Keturunannya tetap setia kepada perjanjian-perjanjian, dan anak-anak merekapun demikian pula keadaannya.44:13 Keturunan mereka akan tetap tinggal untuk selama-lamanya, dan kemuliaannya tidak akan dihapus. 44:14 Dengan tenteram jenazah mereka ditanamkan, dan nama mereka hidup terus turun-temurun. 44:15 Bangsa-bangsa bercerita tentang kebijaksanaannya, dan pujian mereka diwartakan jemaah. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Sirakh 44:1,10–15, dalam hubungannya dengan peringatan wajib Santo Yoakim dan Santa Anna, orang tua Santa Perawan Maria: Pertama, warisan kudus yang terus dikenang. Dalam ayat 1 dan 14 dikatakan: Dan sekarang kami hendak memuji orang-orang termasyhur, para nenek moyang kita menurut urut-urutannya... nama mereka hidup terus turun-temurun. Peringatan Santo Yoakim dan Santa Anna yang dirayakan hari ini mengundang setiap orang percaya untuk merenungkan nilai kesetiaan, satu kebajikan yang mengakar dalam sejarah keselamatan. Santo Yoakim dan Santa Anna sepasang suami isteri sederhana dari Nazareth. Dari keluarga ini, dari rahim Santa Anna lahirlah Santa Perawan Maria yang mengandung dan melahirkan Yesus Kristus dan melalui pengasuhan Santo Yoakim Santa Perawan Maria bertumbuh menjadi pribadi yang layak menjadi Ibu Tuhan. Jadi warisan mereka adalah Santa Perawan Maria dan melalui Santa Perawan Maria, Yesus sendiri hadir ke dunia. Mereka dikenal karena mereka membesarkan yang Kudus. Seperti yang dikatakan dalam Sirakh, nama mereka hidup terus turun-temurun, bukan karena karya-karya besar yang dicatat sejarah, tetapi karena kesetiaan mereka dalam tugas dan tanggung jawab mereka sebagai orang tua, dalam iman yang diturunkan, dalam doa yang mungkin tak pernah terdengar oleh publik. Kedua, kemuliaan yang tidak dihapus. Dalam ayat 12-13 dikatakan: Keturunannya tetap setia kepada perjanjian-perjanjian... dan kemuliaannya tidak akan dihapus. Santo Yoakim dan Santa Anna menjadi simbol dari seluruh bangsa yang menantikan pemenuhan janji Tuhan. Dalam diri mereka, terlihat kesetiaan pada perjanjian Allah sekalipun tampak sia-sia, tanpa hasil dalam waktu manusia, namun mendatangkan buah dalam waktu Allah. Kitab Sirakh menekankan bahwa “kemuliaannya tidak akan dihapus.” Ungkapan ini merupakan ajakan untuk melihat dan menyadari bahwa apa yang dibangun hari ini dalam iman, ketabahan dalam cobaan, harapan dalam kemandulan hidup, kesetiaan dalam relasi, dapat menjadi sumber kekuatan bagi generasi yang akan datang. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
8 |
2025-07-27 |
Doa orang benar |
Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 27 Juli 2025. Minggu biasa ke-17. Hari Orang tua, Kakek Nenek sedunia. (Kejadian 18:20-33). 18:20 Sesudah itu berfirmanlah TUHAN: Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya. 18:21 Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak Aku hendak mengetahuinya. 18:22 Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan TUHAN. 18:23 Abraham datang mendekat dan berkata: Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? 18:24 Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? 18:25 Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil? 18:26 TUHAN berfirman: Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka. 18:27 Abraham menyahut: Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu. 18:28 Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu? Firman-Nya: Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana. 18:29 Lagi Abraham melanjutkan perkataannya kepada-Nya: Sekiranya empat puluh didapati di sana? Firman-Nya: Aku tidak akan berbuat demikian karena yang empat puluh itu. 18:30 Katanya: Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh didapati di sana? Firman-Nya: Aku tidak akan berbuat demikian, jika Kudapati tiga puluh di sana. 18:31 Katanya: Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati di sana? Firman-Nya: Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua puluh itu. 18:32 Katanya: Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana? Firman-Nya: Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu. 18:33 Lalu pergilah TUHAN, setelah Ia selesai berfirman kepada Abraham dan kembalilah Abraham ke tempat tinggalnya. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari Minggu ini, Kejadian 18:20–33: Pertama, doa orang benar. Dalam ayat 27 Abraham berkata kepada Tuhan: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.” Dalam dialog penuh kerendahan hati ini, Abraham menjadi teladan orang beriman yang berani berdiri di antara murka dan belas kasih Tuhan. Abraham tahu siapa dirinya Ia adalah debu dan abu. Abraham datang dengan hati yang mengenal kasih Tuhan. Kisah ini menyadari kita bahwa orang benar dapat menjadi perisai bagi banyak orang berdosa yang tidak layak. Tuhan membuka hati-Nya bagi doa seorang sahabat yang mencintai kebenaran, dan bahkan kota penuh kejahatan seperti Sodom dan Gemora bisa mendapat pengampunan seandainya di sana ditemukan keberadaan segelintir orang benar. Kedua, sepuluh orang benar. Dalam ayat 32 Tuhan berkata kepada Abraham: “Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu.” Tuhan, Hakim seluruh bumi, ternyata bersedia mengampuni kota sejahat Sodom dan Gemora hanya karena sepuluh orang benar. Ini merupakan misteri belas kasih Tuhan yang radikal: satu minoritas kecil, kalau sungguh setia, cukup untuk menopang harapan dan menyelamatkan seluruh komunitas. Ayat 32 ini merupakan nyala kecil yang memberi harapan: kebenaran sekecil apapun tetap diperhitungkan oleh Tuhan. Dari kisah ini orang percaya dapat belajar dan diundang untuk menjadi bagian dari yang sepuluh itu, yang setia walaupun minoritas, yang benar walaupun ditertawakan. Untuk menyelamatkan banyak orang jadilah benar di hadapan Tuhan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
9 |
2025-07-28 |
Doa Musa dan cintanya |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 28 Juli 2025. Doa Musa dan cintanya (Keluaran 32:15-24,30-34). 32:15 Setelah itu berpalinglah Musa, lalu turun dari gunung dengan kedua loh hukum Allah dalam tangannya, loh-loh yang bertulis pada kedua sisinya bertulis sebelah-menyebelah. 32:16 Kedua loh itu ialah pekerjaan Allah dan tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukik pada loh-loh itu. 32:17 Ketika Yosua mendengar suara bangsa itu bersorak, berkatalah ia kepada Musa: Ada bunyi sorak peperangan kedengaran di perkemahan. 32:18 Tetapi jawab Musa: Bukan bunyi nyanyian kemenangan, bukan bunyi nyanyian kekalahan--bunyi orang menyanyi berbalas-balasan, itulah yang kudengar. 32:19 Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu. 32:20 Sesudah itu diambilnyalah anak lembu yang dibuat mereka itu, dibakarnya dengan api dan digilingnya sampai halus, kemudian ditaburkannya ke atas air dan disuruhnya diminum oleh orang Israel. 32:21 Lalu berkatalah Musa kepada Harun: Apakah yang dilakukan bangsa ini kepadamu, sehingga engkau mendatangkan dosa yang sebesar itu kepada mereka? 32:22 Tetapi jawab Harun: Janganlah bangkit amarah tuanku engkau sendiri tahu, bahwa bangsa ini jahat semata-mata. 32:23 Mereka berkata kepadaku: Buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir--kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia. 32:24 Lalu aku berkata kepada mereka: Siapa yang empunya emas haruslah menanggalkannya. Mereka memberikannya kepadaku dan aku melemparkannya ke dalam api, dan keluarlah anak lembu ini. 32:30 Keesokan harinya berkatalah Musa kepada bangsa itu: Kamu ini telah berbuat dosa besar, tetapi sekarang aku akan naik menghadap TUHAN, mungkin aku akan dapat mengadakan pendamaian karena dosamu itu. 32:31 Lalu kembalilah Musa menghadap TUHAN dan berkata: Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. 32:32 Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu--dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis. 32:33 Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa: Siapa yang berdosa kepada-Ku, nama orang itulah yang akan Kuhapuskan dari dalam kitab-Ku. 32:34 Tetapi pergilah sekarang, tuntunlah bangsa itu ke tempat yang telah Kusebutkan kepadamu akan berjalan malaikat-Ku di depanmu, tetapi pada hari pembalasan-Ku itu Aku akan membalaskan dosa mereka kepada mereka. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Keluaran 32:15–34: Pertama, Pecahnya loh-loh hukum Tuhan. Dalam ayat 19 dikatakan: “Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.” Musa turun dari gunung membawa dua loh hukum, yang merupakan karya ilahi sebab diukir oleh tangan Allah sendiri. Namun ketika Musa melihat umat Israel menari mengelilingi anak lembu emas, Musa melemparkan loh-loh hukum itu hingga pecah. Musa sangat marah terhadap bangsa itu, sebab hubungan perjanjian antara Allah dan umat-Nya telah dirusakkan sebelum hukum itu sempat dibacakan dan dijalankan. Itu berarti bangsa itu telah menolah Allah sebelum mereka mengetahui dan menerima kehendak-Nya. Musa pun menghancurkan anak lembu emas itu. Seperti Musa, setiap orang percaya kadang harus menghancurkan berhala emas dalam hidupnya untuk membuka jalan pendamaian yang sejati dengan Allah. Kedua, doa Musa dan cinta yang mempertaruhkan diri. Dalam ayat 32, Musa berkata kepada Tuhan: Jika tidak [Engkau mengampuni], hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis. Di hadapan Allah, Musa berdiri sebagai jembatan, bersedia dihapuskan namanya, yang penting umat itu tidak dibinasakan. Sebuah tindakan kasih untuk menanggung dosa umat Israel. Kisah ini menginspirasi setiap orang percaya untuk menyadari bahwa cinta sejati dalam iman bukan hanya tentang belas kasihan, tetapi juga tentang keberanian untuk memperjuangkan pendamaian, bahkan jika harus membayar dengan harga yang amat mahal. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |
10 |
2025-07-29 |
Tinggal di dalam kasih |
Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 29 Juli 2025. Peringatan Wajib St. Marta, Maria dan Lazarus. Tinggal di dalam kasih (1Yohanes 4:7-16). 4:7 Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. 4:8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. 4:9 Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. 4:10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. 4:11 Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. 4:12 Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita. 4:13 Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya. 4:14 Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. 4:15 Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. 4:16 Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. |
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, 1 Yohanes 4:7-16, dalam terang peringatan wajib Santa Marta, Maria, dan Lazarus: Pertama, tinggal dalam kasih. Dalam ayat 12-13 dikatakan: “Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita. Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya.” Santa Marta, Maria, dan Lazarus adalah tiga bersaudara yang hidup bersama dalam satu rumah, satu keluarga, satu komunitas kecil yang menjadi tempat Yesus singgah melepas lelah dan makan. Keluarga ini menjadi contoh konkret dari ucapan Yohanes di atas: kasih yang mereka tunjukkan kepada Yesus dan kasih di antara mereka membuat rumah mereka menjadi tempat kehadiran ilahi. Di sini kita belajar bahwa kasih bukan sekadar perasaan atau kebaikan moral, tetapi sarana di mana Allah tinggal di antara kita. Kedua, Allah telah mengasihi terlebih dahulu. Dalam ayat10 dikatakan: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita... Yesus datang ke rumah Marta, Maria, dan Lazarus, bukan karena mereka layak, tetapi karena kasih-Nya mendahuluinya. Ketika Lazarus mati, kasih itu tidak berhenti, melainkan menghidupkan kembali. Ketiga bersaudara ini menanggapi kasih Allah dengan cara yang berbeda: Marta aktif melayani, Maria duduk berkontemplasi di kaki Yesus dan melakukan pemuridan hati, dan Lazarus menjadi penerima kasih yang membangkitkan dan menyelamatkan. Kisah ini mengundang kita untuk menyadari bahwa Allah lebih dahulu datang kepada kita dengan kasih-Nya dalam kehidupan, pelayanan, dan juga dalam kematian. Kasih Allah mengundang tanggapan konkret dari setiap orang percaya. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). |
Lihat Detail |