Halaman Sarifirman

Bacaan Sarifirman

Kembali ke Beranda

No Tanggal Judul Isi Renungan Aksi
1 2025-09-28 Peringatan bagi mereka yang tidak peduli Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 28 September 2025. Hari Minggu biasa ke-26 Peringatan bagi mereka yang tidak peduli (Amos 6:1a, 4-7). Beginilah firman Tuhan, Allah semesta alam, “Celakalah orang-orang yang merasa aman di Sion, yang merasa tenteram di gunung Samaria! Celakalah orang yang berbaring di tempat tidur dari gading, dan duduk berjuntai di ranjang yang memakan anak-anak lembu dari tengah kawanan binatang yang tambun yang bernyanyi-nyanyi mendengar bunyi gambus, dan seperti Daud menciptakan bunyi-bunyian bagi dirinya! Celakalah orang yang minum anggur dari bokor, dan berurap dengan minyak yang paling baik, tetapi tidak berduka karena hancurnya keturunan Yusuf! Sebab sekarang mereka akan pergi sebagai orang buangan di kepala barisan, dan berlalulah hiruk pikuk pesta orang-orang yang duduk berjuntai itu.” Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari Minggu ini, Amos 6:1, 4–7: Pertama, kemewahan yang mematikan kepekaan. Dalam ayat 4-6, Amos berseru: “Celakalah orang yang berbaring di tempat tidur dari gading... yang minum anggur dari bokor... tetapi tidak berduka karena hancurnya keturunan Yusuf!” Dalam seruan ini, Amos mengajak orang percaya untuk menyadari bahaya tersembunyi dari kemewahan dan kenyamanan yang melumpuhkan empati. Orang-orang Sion dan Samaria digambarkan hidup mewah: makan daging pilihan, berbaring di ranjang eksklusif, menciptakan hiburan untuk diri sendiri, berurap dengan minyak terbaik. Namun mereka mati rasa terhadap penderitaan bangsanya sendiri—tidak berduka karena hancurnya keturunan Yusuf (ayat 6). Sesungguhnya Allah tidak mengutuk kekayaan itu sendiri, tetapi kehidupan yang hanya berpusat pada kesenangan pribadi sambil menutup mata terhadap krisis kemanusiaan ketidakadilan, dan penderitaan yang ada di sekitar, ditolak oleh Allah. Kesejahteraan sejati selalu berjalan bersama kepedulian. Kedua, peringatan bagi mereka yang tidak peduli. Dalam ayat 7 dikatakan: “Sekarang mereka akan pergi sebagai orang buangan di kepala barisan, dan berlalulah hiruk-pikuk pesta orang-orang yang duduk berjuntai itu.” Dalam ayat ini, Amos bernubuat tentang kejatuhan Israel dengan menyajikan kekontrasan yang tragis antara kemegahan saat ini dan kehancuran yang akan datang. Yang duduk berjuntai dengan santai hari ini akan menjadi yang di kepala barisan dalam pembuangan besok. Amos menegur para pembesar yang membangun rasa aman yang palsu di atas ilusi kemapanan dan lupa bahwa keadilan Tuhan akan datang. Pesta dapat berubah menjadi pembuangan jika hidup dijalani tanpa tanggung jawab spiritual dan sosial. Pertobatan bukan sekadar berhenti berbuat salah, tapi mulai merasakan luka sesama sebagai luka kita sendiri. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
2 2025-09-29 Di hadapan tahta api Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 29 September 2025. Pesta Mikhael, Gabriel, Rafael, Malaikat Agung. Di hadapan tahta api (Daniel 7:9-10, 13-14). 7:9 Sementara aku terus melihat, takhta-takhta diletakkan, lalu duduklah Yang Lanjut Usianya pakaian-Nya putih seperti salju dan rambut-Nya bersih seperti bulu domba kursi-Nya dari nyala api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar 7:10 suatu sungai api timbul dan mengalir dari hadapan-Nya seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri di hadapan-Nya. Lalu duduklah Majelis Pengadilan dan dibukalah Kitab-kitab. 7:13 Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. 7:14 Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Daniel 7:9–10, 13–14: Pertama, di hadapan tahta api. Dalam ayat 9-10 dikatakan: “Takhta-takhta diletakkan… kursi-Nya dari nyala api… sungai api timbul dan mengalir dari hadapan-Nya.” Gambaran takhta Allah sebagai api yang menyala-nyala menekankan kehadiran Allah yang tidak sekadar mulia, tetapi menghanguskan segala yang najis. Api dalam Alkitab sering menjadi simbol penyucian, keadilan, dan kemuliaan ilahi. Sungai api yang mengalir dari hadapan-Nya menyiratkan penghakiman yang tidak hanya sekali terjadi, tetapi terus-menerus mengalir dari karakter Allah yang kudus. Kedua, “Anak Manusia” di antara awan. Dalam ayat 13-14 dikatakan: “Tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia... lalu diberikan kepadanya kekuasaan... kekuasaan yang kekal.” Di tengah pengadilan surgawi yang dahsyat, muncul sosok yang mengejutkan: seorang seperti anak manusia lemah lembut, manusiawi, namun diangkat dan dimuliakan. Kekuasaan dan kemuliaan tidak direbut oleh kekuatan militer atau politik, tetapi diberikan oleh Allah. Teks ini dipahami sebaga nubuat akan Yesus Kristus, yang melalui penderitaan dan penyerahan diri-Nya, menerima kerajaan kekal. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
3 2025-09-30 Daya tarik kehadrian Tuhan Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 30 September 2025. Daya tarik kehadiran Tuhan (Zakharia 8:20-23). 8:20 Beginilah firman TUHAN semesta alam: Masih akan datang lagi bangsa-bangsa dan penduduk banyak kota. 8:21 Dan penduduk kota yang satu akan pergi kepada penduduk kota yang lain, mengatakan: Marilah kita pergi untuk melunakkan hati TUHAN dan mencari TUHAN semesta alam! Kamipun akan pergi! 8:22 Jadi banyak bangsa dan suku-suku bangsa yang kuat akan datang mencari TUHAN semesta alam di Yerusalem dan melunakkan hati TUHAN. 8:23 Beginilah firman TUHAN semesta alam: Pada waktu itu sepuluh orang dari berbagai-bagai bangsa dan bahasa akan memegang kuat-kuat punca jubah seorang Yahudi dengan berkata: Kami mau pergi menyertai kamu, sebab telah kami dengar, bahwa Allah menyertai kamu! Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Zakharia 8:20–23: Pertama, kebangkitan rohani. Dalam ayat 21 dikatakan: “Penduduk kota yang satu akan pergi kepada penduduk kota yang lain, mengatakan: Marilah kita pergi untuk melunakkan hati TUHAN dan mencari TUHAN semesta alam!” Zakharia bernubuat akan kekuatan luar biasa dalam diri umat manusia untuk secara bersama mencari Allah. Dalam nubuat ini, Zakharia melukiskan kebangkitan rohani yang tidak bersifat individualistis, tetapi menular dari kota ke kota, dari bangsa yang satu ke bangsa yang lain, mereka saling mengajak untuk bergerak bersama menuju hadirat Tuhan. Kebangkitan rohani ini muncul dari hati yang haus akan Allah, yang menyebar secara organik di antara manusia. Dalam nubuat ini, Zakharia menegaskan bahwa sesungguhnya kebangkitan rohani sejati terjadi saat umat Tuhan tidak hanya mencari Allah, tapi juga menggerakkan orang lain untuk ikut mencarinya. Kedua, daya tarik kehadiran Tuhan. Dalam ayat 23 dikatakan: “Sepuluh orang dari berbagai-bagai bangsa dan bahasa akan memegang kuat-kuat punca jubah seorang Yahudi dan berkata: Kami mau pergi menyertai kamu, sebab telah kami dengar, bahwa Allah menyertai kamu!” Gambaran ayat ini begitu indah bukan karena kekuatan politik Israel, bukan karena budaya atau kehebatannya, tetapi karena kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya, bangsa-bangsa tertarik dan berduyun-duyun datang. Kehadiran Tuhan di tengah bangsa Israel nyata dari kesaksian hidup umat Tuhan ini. Sesungguhnya dunia tidak mencari teori, argumen, atau retorika tentang agama. Dunia mencari kehadiran Allah yang nyata dalam hidup umat-Nya. Dunia haus akan sesuatu yang otentik, dan yang otentik itu adalah Allah yang hadir dalam umat-Nya. Sebuah undangan untuk orang percaya: jadikan imanmu itu sesuatu yang terlihat, hidup, dan diikuti. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
4 2025-10-01 Transformasi melalui kepedihan Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Rabu, 1 Oktober 2025. Pesta St. Teresia dari Kanak-Kanak Yesus. Transformasi melalui kepedihan (Yesaya 66:10-14). 66:10 Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya! 66:11 supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu menghirup dan menikmati dari dadanya yang bernas. 66:12 Sebab beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan. 66:13 Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu kamu akan dihibur di Yerusalem. 66:14 Apabila kamu melihatnya, hatimu akan girang, dan kamu akan seperti rumput muda yang tumbuh dengan lebat maka tangan TUHAN akan nyata kepada hamba-hamba-Nya, dan amarah-Nya kepada musuh-musuh-Nya. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Yesaya 66:10–14: Pertama, Yerusalem sebagai Wajah Keibuan Allah. Dalam ayat 13 dikatakan: “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu.” Di tengah dunia yang keras, bising, dan sering penuh luka, Allah menampilkan diri-Nya sebagai ibu yang menggendong, menyusui, dan membelai. Inilah gambaran kelembutan dan keintiman yang menjadi wujud kekuatan ilahi. Secara implisit, Yesaya mengundang setiap orang percaya untuk mengenali sisi keibuan Allah, yang tidak hanya melindungi tapi juga menyegarkan jiwa. Dalam Yerusalem, yang bisa dimaknai sebagai simbol komunitas, tempat ibadah, atau relasi dengan Allah sendiri, setiap orang percaya diundang untuk menyusu dan menjadi kenyang. Artinya, setiap orang percaya perlu kembali ke sumber kasih yang murni dan membiarkan diri dipelihara tanpa rasa malu. Kedua, transformasi melalui kepedihan. Dalam ayat 10 dikatakan: “Bersorak-soraklah... hai semua orang yang berkabung karenanya!” Ayat ini memberi janji luar biasa: mereka yang berkabung atas Yerusalem akan bersukacita bersamanya. Ayat ini menunjukkan bahwa ratapan yang tulus atas kehancuran, dosa, dan luka adalah jalan menuju sukacita yang murni. Sukacita datang dengan merangkul dan menghadapi luka bersama Allah yang menyelamatkan. Yerusalem pernah hancur, tetapi dari reruntuhannya, Allah menjanjikan aliran keselamatan seperti sungai yang tak pernah kering. Luka komunitas menjadi tempat kelahiran penghiburan Allah. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
5 2025-10-02 Ketaatan sebagai kunci kemenangan dan penyertaan Ilahi Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Kamis, 2 Oktober 2025. Peringatan Wajib Para Malaikat Pelindung. Ketaatan sebagai kunci kemenangan dan penyertaan Ilahi (Keluaran 23:20-23). 23:20 Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan dan untuk membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan. 23:21 Jagalah dirimu di hadapannya dan dengarkanlah perkataannya, janganlah engkau mendurhaka kepadanya, sebab pelanggaranmu tidak akan diampuninya, sebab nama-Ku ada di dalam dia. 23:22 Tetapi jika engkau sungguh-sungguh mendengarkan perkataannya, dan melakukan segala yang Kufirmankan, maka Aku akan memusuhi musuhmu, dan melawan lawanmu. 23:23 Sebab malaikat-Ku akan berjalan di depanmu dan membawa engkau kepada orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Kanaan, orang Hewi dan orang Yebus, dan Aku akan melenyapkan mereka. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Keluaran 23:20–23: Pertama, malaikat sebagai otoritas Allah. Dalam ayat 20 dikatakan: “Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan dan untuk membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan.” Teks ini menunjukkan bahwa perjalanan umat Israel bukanlah perjalanan yang tanpa arah dan tanpa perlindungan. Allah sendiri mengutus malaikat-Nya untuk mengawasi umat Israel. Malaikat berjalan di depan sebagai penunjuk jalan, pelindung, dan sebagai penghubung langsung antara langit dan bumi antara Allah dan umat-Nya. Malaikat menuntun mereka ke tempat yang telah Allah sediakan bagi umat Israel. Allah memerintahkan agar umat Israel menghormati dan taat kepada malaikat itu sebab “nama-Ku ada di dalam dia.” Ini berarti kehadiran malaikat mewakili otoritas ilahi secara penuh, yaitu mewakili otoritas Allah sendiri. Kedua, ketaatan sebagai kunci kemenangan dan penyertaan Ilahi. Selanjutnya dalam ayat 22 dikatakan: “Tetapi jika engkau sungguh-sungguh mendengarkan perkataannya... maka Aku akan memusuhi musuhmu.” Dalam ayat ini, Allah berjanji untuk memusuhi musuh umat Israel. Janji Allah ini bersyarat atau tidak diberikan secara otomatis. Pemenuhan janji ini sangat bergantung pada ketaatan yang sungguh-sungguh umat Israel terhadap suara malaikat yang diutus Allah. Di sini, ketaatan mengandung arti kepatuhan moral dan strategi rohani untuk menang dalam peperangan kehidupan. Secara implisit ayat ini menyatakan bahwa tidak semua musuh perlu dilawan secara langsung oleh kita sendiri. Ketika kita berjalan dalam ketaatan, Tuhanlah yang mengambil alih peperangan itu. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
6 2025-10-03 Dosa: penolakan terhdap suara Tuhan yang hidup Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 3 Oktober 2025. Dosa: penolakan terhadap suara Tuhan yang hidup (Barukh 1:15-22). 1:15 Katakanlah sebagai berikut. Keadilan ada pada Tuhan, Allah kita, sedangkan malu muka pada kami, sebagaimana halnya hari ini, yaitu: pada orang-orang Yehuda dan penduduk Yerusalem, 1:16 pada sekalian raja kami, para pemimpin, para imam dan nabi serta pada nenek moyang kami. 1:17 Memang kami telah berdosa kepada Tuhan. 1:18 Kami tidak taat kepada-Nya dan tidak mendengarkan suara Tuhan, Allah kami, untuk mengikuti segala ketetapan Tuhan yang telah ditaruh-Nya di hadapan kami. 1:19 Semenjak hari Tuhan membawa nenek moyang kami keluar dari negeri Mesir hingga dengan hari ini kami tidak taat kepada Tuhan, Allah kami. Sebaliknya Tuhan telah kami alpakan karena tidak mendengarkan suara-Nya. 1:20 Dari sebab itu maka melekatlah kepada kami semua bencana dan laknat yang telah diperintahkan Tuhan kepada Musa, hamba-Nya, waktu nenek moyang kami dibawa-Nya keluar dari negeri Mesir untuk dianugerahkan-Nya kepada kami suatu tanah yang berlimpah susu dan madunya, sebagaimana halnya hari ini. 1:21 Tetapi kami tidak mendengarkan suara Tuhan, Allah kami, sesuai dengan firman para nabi yang telah Tuhan utus kepada kami. 1:22 Bahkan kami telah pergi berbakti kepada allah lain, masing-masing menurut angan-angan hati jahatnya, dan kami melakukan apa yang durjana dalam pandangan Tuhan, Allah kami. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Barukh 1:15–22: Pertama, rasa “malu muka”. Dalam ayat 15 dikatakan: “Keadilan ada pada Tuhan, Allah kita, sedangkan malu muka pada kami...” Sering manusia mengukur keadilan berdasarkan kepentingan pribadinya atau kelompoknya. Namun ayat ini menghadapkan manusia pada realitas bahwa keadilan sejati itu bersumber pada Tuhan. Keadilan sejati tidak bersumber dari manusia. Rasa malu muka yang diungkapkan dalam perikop ini tidak hanya sekadar rasa bersalah, melainkan kesadaran mendalam bahwa manusia, khususnya umat Israel telah jauh menyimpang dari standar keadilan ilahi. Manusia harus sadar dan bertobat. Kedua, dosa bukan sekadar pelanggaran, melainkan penolakan terhadap suara Tuhan yang hidup. Dalam ayat 18 dan 22 dikatakan: “Kami tidak mendengarkan suara Tuhan, Allah kami...” (ayat 18) “...kami telah pergi berbakti kepada allah lain, masing-masing menurut angan-angan hati jahatnya...” (ayat 22) Dosa dalam bagian ini tidak digambarkan hanya sebagai pelanggaran hukum atau kesalahan ritual, melainkan sebagai bentuk pembangkangan aktif terhadap suara Tuhan yang terus berbicara melalui nabi-nabi-Nya. Di sini tampak bahwa Tuhan adalah Allah yang komunikatif, yang terus berseru kepada umat-Nya, namun suara-Nya diabaikan. Dosa menjadi sangat tragis karena bukan karena Tuhan diam, melainkan karena manusia memilih untuk tidak mendengarkan. Manusia lebih memilih suara hati sendiri yang jahat, mengikuti angan-angan yang mereka bentuk sendiri, menjadikan diri sendiri sebagai pusat ibadah, dan allah-allah lain sebagai pelarian. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
7 2025-10-04 Allah terluka Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Sabtu, 4 Oktober 2025. Peringatan wajib St. Fransiskus dari Asisi. Allah terluka (Bar. 4:5-12,27-29). 4:5 Kuatkanlah hatimu, hai bangsaku, yang membawa nama Israel! 4:6 Kamu telah dijual kepada bangsa-bangsa lain, tetapi tidak untuk dibinasakan. Karena telah memurkakan Allah maka kamu diserahkan kepada para lawan. 4:7 Sebab Pembuatmu telah kamu marahkan, dengan mempersembahkan korban kepada setan, bukannya kepada Allah. 4:8 Pengasuhmu telah kamu lupakan, yakni Allah kekal, dan hati Yerusalem, dan ayahmupun telah kamu dukakan. 4:9 Melihat kemurkaan Allah mendatangi diri kamu maka Yerusalem berkata: Dengarlah, hai sekalian tetangga Sion! Allah telah mengirim kepadaku kesedihan besar. 4:10 Sebab anak-anakku yang laki-laki dan perempuan kulihat tertawan, sebagaimana yang telah dikirimkan Yang Kekal kepada mereka. 4:11 Mereka telah kuasuh dengan sukacita, tetapi sekarang kulihat pergi dengan tangisan dan sedih hati. 4:12 Janganlah seorangpun bersukaria oleh karena diriku, seorang janda yang telah ditinggalkan banyak anak. Karena dosa anak-anakku aku menjadi kesepian, sebab mereka telah berpaling dari hukum Taurat Allah 4:27 Kuatkanlah hatimu, anak-anakku, berserulah kepada Allah Dia yang mengirim bencana itu akan teringat kepadamu pula. 4:28 Seperti dahulu angan-angan hatimu tertuju untuk bersesat dari Allah, demikian hendaklah kamu sekarang berbalik untuk mencari Dia dengan sepuluh kali lebih rajin. 4:29 Memang Dia yang telah mengirim segala bencana itu kepada kamu akan mengirim pula sukacita abadi bersama dengan penyelamatanmu. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Barukh 4:5-12, 27-29: Pertama, Allah terluka. Dalam ayat 7-8 dikatakan: “Sebab Pembuatmu telah kamu marahkan, dengan mempersembahkan korban kepada setan...Pengasuhmu telah kamu lupakan, yakni Allah kekal...” Kedua ayat ini menyingkap satu kebenaran mendalam: Allah bisa “terluka” oleh umat-Nya. Bukan karena Allah lemah, tetapi karena relasi kasih yang nyata itu memungkinkan kekecewaan yang nyata pula. Allah bukan entitas jauh tak berperasaan, tetapi Bapa yang disakiti oleh pelupaan anak-anak-Nya, dan Pengasuh yang hatinya diremukkan oleh pengkhianatan. Dalam kehidupan kita, betapa mudahnya kita melupakan Tuhan saat kenyamanan datang, dan baru mencarinya saat krisis menerpa. Ini bukan hanya soal pelanggaran aturan, melainkan soal pengkhianatan relasi, ibarat anak melupakan ibu yang telah menyusuinya. Kedua, panggilan untuk kembali. Dalam ayat 27-29 Allah berfirman kepada umat-Nya: “Kuatkanlah hatimu, anak-anakku, berserulah kepada Allah Dia yang mengirim bencana itu akan teringat kepadamu pula....hendaklah kamu sekarang berbalik untuk mencari Dia dengan sepuluh kali lebih rajin....akan mengirim pula sukacita abadi bersama dengan penyelamatanmu.” Allah tidak hanya mengizinkan bencana sebagai bentuk hukuman, tetapi juga sebagai panggilan untuk kembali. Tidak ada penderitaan yang sia-sia di tangan-Nya. Bahkan dari reruntuhan dan tangisan Yerusalem, ada suara pengharapan: “Kuatkanlah hatimu... berserulah kepada Allah.” Menarik bahwa tanggapan yang diharapkan dari umat bukan sekadar berbalik, melainkan berbalik dengan sepuluh kali lebih rajin. Ini adalah undangan untuk mengganti kelalaian dengan cinta yang lebih besar, mengganti kesesatan dengan semangat baru. Tuhan bukan hanya mau umat kembali, tapi kembali dengan hasrat yang lebih dalam dan cinta yang lebih tulus. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
8 2025-10-05 Iman yang bertahan di tengah ketidakadilan. Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 5 Oktober 2025. Minggu biasa ke-27. Iman yang bertahan di tengah ketidakadilan. (Habakuk 1:2-3 2:2-4). 1:2 Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: Penindasan! tetapi tidak Kautolong? 1:3 Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku perbantahan dan pertikaian terjadi. 2:2 Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. 2:3 Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh. 2:4 Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari Minggu ini, Habakuk 1:2–3 dan 2:2–4: Pertama, Iman yang bertahan di tengah ketidakadilan. Dalam bagian pertama yaitu 1:2-3, nabi Habakuk menyuarakan jeritan umat yang bergumul dengan ketidakadilan dan kekerasan. Ia bertanya, Berapa lama lagi, TUHAN? Suatu seruan yang sangat manusiawi, sebuah keputusasaan ketika langit tampak diam terhadap penderitaan. Bukankah kita sering merasa seperti Habakuk? Dunia dipenuhi ketimpangan, kekerasan, dan kekacauan, tetapi Tuhan tampaknya tidak segera bertindak. Kenyataan ini menyingkap luka terdalam manusia: rasa ditinggalkan di tengah penderitaan. Namun, Tuhan tidak membentak atau menolak keluh kesah Habakuk. Sebaliknya, Tuhan menjawab bukan dengan solusi instan, tetapi dengan visi. Tuhan memerintahkan agar penglihatan Habakuk itu dituliskan agar siapa pun dapat membacanya, walaupun mungkin hanya “sambil lalu.” Artinya, harapan yang nyata Tuhan dalam penglihtan itu tidak hanya untuk nabi, tetapi bagi semua yang melintas dalam hidup ini, entah mereka penuh iman atau sedang goyah. Sebab, iman sejati tidak selalu melihat jawaban langsung, tetapi tetap bertahan dengan penuh kepercayaan bahwa janji Tuhan, meski tampak tertunda, tidak akan gagal. Ini bukan iman yang buta, tapi iman yang rela menunggu, iman yang hidup di tengah kekecewaan, namun tidak menyerah pada keputusasaan. Kedua, antara dada yang membusung dan hati yang percaya. Dalam bagian kedua 2:4 dikatakan: “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.” Nabi Habakuk menampilkan suatu kontras yang sangat tajam antara orang yang membusungkan dada dan orang yang benar yang hidup oleh percayanya. Membusungkan dada adalah sikap sombong mengandalkan kekuatan sendiri, merasa tahu arah hidup, menuntut jawaban sekarang juga. Sebaliknya, orang benar hidup oleh iman bukan karena ia memiliki semua jawaban, tetapi karena ia bersandar pada Tuhan di tengah ketidaktahuan. Di zaman ini, ketika kecepatan dan kepastian dianggap sebagai keutamaan, hidup oleh iman bisa tampak lemah atau naif. Tapi sesungguhnya, di situlah letak kekuatannya: kepercayaan yang tetap teguh bahkan ketika tidak ada alasan logis untuk tetap berharap. Pertanyaan refleksi yang perlu direnungkan sebagai pilihan hidup setiap hari adalah: apakah saya akan membusungkan dada dan memaksa Tuhan mengikuti jalanku, atau saya akan dengan rendah hati dan percaya bahwa jalan-Nya, walaupun tertunda, adalah jalan yang selalu tepat? Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
9 2025-10-06 Tuhan bekerja dalam ketidaktaatan Yunus Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 6 Oktober 2025. Tuhan bekerja dalam ketidaktaatan Yunus (Yunus 1:1-17 2:10). 1:1 Datanglah firman TUHAN kepada Yunus bin Amitai, demikian: 1:2 Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku. 1:3 Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN. 1:4 Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur. 1:5 Awak kapal menjadi takut, masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya, dan mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal i itu untuk meringankannya. Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak. 1:6 Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata: Bagaimana mungkin engkau tidur begitu nyenyak? Bangunlah, berserulah kepada Allahmu, barangkali Allah itu akan mengindahkan kita, sehingga kita tidak binasa. 1:7 Lalu berkatalah mereka satu sama lain: Marilah kita buang undi, supaya kita mengetahui, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini. Mereka membuang undi dan Yunuslah yang kena undi. 1:8 Berkatalah mereka kepadanya: Beritahukan kepada kami, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang, apa negerimu dan dari bangsa manakah engkau? 1:9 Sahutnya kepada mereka: Aku seorang Ibrani aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan. 1:10 Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya: Apa yang telah kauperbuat? --sebab orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari hadapan TUHAN. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka. 1:11 Bertanyalah mereka: Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora. 1:12 Sahutnya kepada mereka: Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu. 1:13 Lalu berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga untuk membawa kapal itu kembali ke darat, tetapi mereka tidak sanggup, sebab laut semakin bergelora menyerang mereka. 1:14 Lalu berserulah mereka kepada TUHAN, katanya: Ya TUHAN, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki. 1:15 Kemudian mereka mengangkat Yunus, lalu mencampakkannya ke dalam laut, dan laut berhenti mengamuk. 1:16 Orang-orang itu menjadi sangat takut kepada TUHAN, lalu mempersembahkan korban sembelihan bagi TUHAN serta mengikrarkan nazar. 1:17 Maka atas penentuan TUHAN datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya. 2:10 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat. Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Yunus 1:1–2:10: Pertama, antara kebebasan pribadi dan kedaulatan Tuhan. Dalam ayat 3 tertulis: “Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN.” Yunus memilih melarikan diri dari panggilan Tuhan, seolah-olah kehendaknya sendiri dapat membatalkan rencana ilahi. Namun justru dalam pelariannya, Yunus tidak kehilangan Tuhan. Tuhan memburunya, tidak dengan murka, tetapi dengan kasih penuh kerahiman melalui proses pemurnian dalam badai, ketakutan, dan keterasingan dalam perut ikan. Pengalaman Yunus mengajarkan bahwa Tuhan tidak hanya memanggil, tetapi juga mengejar. Bahkan dalam ketidaktaatan kita, Tuhan tetap hadir, kadang dalam bentuk badai yang menyadarkan, atau perut ikan yang mengurung kita untuk merenung. Apakah kita melihat penderitaan sebagai hukuman, atau sebagai kesempatan untuk kembali pada jalan Tuhan? Kedua, kesadaran akan dosa pribadi dan pengaruhnya terhadap orang lain. Dalam ayat 12 dikatakan: “Sahutnya kepada mereka: ‘Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu’.” Yunus menyadari bahwa badai yang menimpa seluruh kapal adalah akibat dosanya secarra pribadi. Seperti yang dikatakan dalam ayat 12 di atas: “Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu.” Sebuah pengakuan yang langka, yang lahir dari kesadaran diri akan dosa pribadi yang berdampak pada orang lain. Dalam dunia yang saling terhubung, pilihan dan dosa pribadi tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi bisa menimbulkan badai bagi orang lain. Yunus memilih untuk mengorbankan dirinya agar yang lain selamat. Di dalam ketidaktaatan Yunus, Tuhan bekerja. Yunus menjadi alat penyertaan Tuhan bagi para pelaut. Para pelaut akhirnya percaya dan mempersembahkan korban kepada TUHAN. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail
10 2025-10-07 Kesempatan kedua Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Selasa, 7 Oktober 2025. Peringatan wajib Santa Perawan Maria Ratu Rosario. Kesempatan kedua (Yunus 3:1-10). 3:1 Datanglah firman TUHAN kepada Yunus untuk kedua kalinya, demikian: 3:2 Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu. 3:3 Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah. Niniwe adalah sebuah kota yang mengagumkan besarnya, tiga hari perjalanan luasnya. 3:4 Mulailah Yunus masuk ke dalam kota itu sehari perjalanan jauhnya, lalu berseru: Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan. 3:5 Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung. 3:6 Setelah sampai kabar itu kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu. 3:7 Lalu atas perintah raja dan para pembesarnya orang memaklumkan dan mengatakan di Niniwe demikian: Manusia dan ternak, lembu sapi dan kambing domba tidak boleh makan apa-apa, tidak boleh makan rumput dan tidak boleh minum air. 3:8 Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masing-masing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya. 3:9 Siapa tahu, mungkin Allah akan berbalik dan menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita tidak binasa. 3:10 Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya. Dua pokok permenungan yang dapat diambi dari bacaan hari ini, Yunus 3:1–10: Pertama, kesempatan kedua: firman yang sama, hati yang berubah. Dalam ayat 1 dikatakan: “Datanglah firman TUHAN kepada Yunus untuk kedua kalinya demikian: ‘Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu.’” Firman Tuhan tetap sama, tidak berubah. Tetapi kini, Yunus yang berubah. Seperti yang dikatakan pada ayat 3 “Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah.” Tuhan tidak membatalkan misinya hanya karena hamba-Nya Yunus sempat memberontak. Tuhan tidak mencari nabi yang sempurna, melainkan nabi yang bertobat dan mau taat. Kisah Yunus dapat dibaca sebagai kisah kita pribadi. Berapa sering kita merasa kesempatan kita sudah habis karena kesalahan masa lalu? Dalam kisah Yunus ini kita belajar bahwa Tuhan tidak hanya memberi tugas, tetapi Tuhan juga memberi kesempatan kedua. Tuhan sanggup mengulang panggilan-Nya dalam hidup kita, bukan karena Tuhan berubah pikiran, melainkan karena kita akhirnya siap menerima-Nya perutusan-Nya dengan rendah hati. Kedua, pertobatan sejati mengguncang tahta dan mengubah takdir. Dalam ayat 5-10 dikisahkan tentang tanggapan orang Niniwe dan raja kota itu. Raja melakukan tindakan radikal: “Setelah sampai kabar itu kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu” (ayat 6). Raja turun dari singgasana ke abu, dari kekerasan ke puasa, dari keangkuhan ke penyesalan. Pertobatan sejati bukan sekadar emosi sesaat, tapi tindakan nyata yang menyentuh seluruh lapisan hidup: pribadi, sosial, bahkan struktural. Raja Niniwe tidak hanya memerintahkan rakyatnya untuk bertobat, ia sendiri memberi teladan. Bahkan ternak pun ikut “berpuasa”, sebagai lambang kesungguhan dan totalitas pertobatan mereka. Allah menyesal atas malapetaka yang hendak dijatuhkan-Nya. Di sini, Allah yang Mahakuasa, memilih untuk berbalik ketika manusia berbalik. Hal ini tidak berarti bahwa Allah tidak konsisten, melainkan karena kasih-Nya lebih besar daripada penghukuman-Nya. Kasihan Tuhan sanggup mengubah takdir. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr). Lihat Detail