Dosa: penolakan terhdap suara Tuhan yang hidup
...

Dosa: penolakan terhdap suara Tuhan yang hidup

Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Jumat, 3 Oktober 2025. Dosa: penolakan terhadap suara Tuhan yang hidup (Barukh 1:15-22). 1:15 Katakanlah sebagai berikut. Keadilan ada pada Tuhan, Allah kita, sedangkan malu muka pada kami, sebagaimana halnya hari ini, yaitu: pada orang-orang Yehuda dan penduduk Yerusalem, 1:16 pada sekalian raja kami, para pemimpin, para imam dan nabi serta pada nenek moyang kami. 1:17 Memang kami telah berdosa kepada Tuhan. 1:18 Kami tidak taat kepada-Nya dan tidak mendengarkan suara Tuhan, Allah kami, untuk mengikuti segala ketetapan Tuhan yang telah ditaruh-Nya di hadapan kami. 1:19 Semenjak hari Tuhan membawa nenek moyang kami keluar dari negeri Mesir hingga dengan hari ini kami tidak taat kepada Tuhan, Allah kami. Sebaliknya Tuhan telah kami alpakan karena tidak mendengarkan suara-Nya. 1:20 Dari sebab itu maka melekatlah kepada kami semua bencana dan laknat yang telah diperintahkan Tuhan kepada Musa, hamba-Nya, waktu nenek moyang kami dibawa-Nya keluar dari negeri Mesir untuk dianugerahkan-Nya kepada kami suatu tanah yang berlimpah susu dan madunya, sebagaimana halnya hari ini. 1:21 Tetapi kami tidak mendengarkan suara Tuhan, Allah kami, sesuai dengan firman para nabi yang telah Tuhan utus kepada kami. 1:22 Bahkan kami telah pergi berbakti kepada allah lain, masing-masing menurut angan-angan hati jahatnya, dan kami melakukan apa yang durjana dalam pandangan Tuhan, Allah kami.

Renungan :

Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Barukh 1:15–22: Pertama, rasa “malu muka”. Dalam ayat 15 dikatakan: “Keadilan ada pada Tuhan, Allah kita, sedangkan malu muka pada kami...” Sering manusia mengukur keadilan berdasarkan kepentingan pribadinya atau kelompoknya. Namun ayat ini menghadapkan manusia pada realitas bahwa keadilan sejati itu bersumber pada Tuhan. Keadilan sejati tidak bersumber dari manusia. Rasa malu muka yang diungkapkan dalam perikop ini tidak hanya sekadar rasa bersalah, melainkan kesadaran mendalam bahwa manusia, khususnya umat Israel telah jauh menyimpang dari standar keadilan ilahi. Manusia harus sadar dan bertobat. Kedua, dosa bukan sekadar pelanggaran, melainkan penolakan terhadap suara Tuhan yang hidup. Dalam ayat 18 dan 22 dikatakan: “Kami tidak mendengarkan suara Tuhan, Allah kami...” (ayat 18) “...kami telah pergi berbakti kepada allah lain, masing-masing menurut angan-angan hati jahatnya...” (ayat 22) Dosa dalam bagian ini tidak digambarkan hanya sebagai pelanggaran hukum atau kesalahan ritual, melainkan sebagai bentuk pembangkangan aktif terhadap suara Tuhan yang terus berbicara melalui nabi-nabi-Nya. Di sini tampak bahwa Tuhan adalah Allah yang komunikatif, yang terus berseru kepada umat-Nya, namun suara-Nya diabaikan. Dosa menjadi sangat tragis karena bukan karena Tuhan diam, melainkan karena manusia memilih untuk tidak mendengarkan. Manusia lebih memilih suara hati sendiri yang jahat, mengikuti angan-angan yang mereka bentuk sendiri, menjadikan diri sendiri sebagai pusat ibadah, dan allah-allah lain sebagai pelarian. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr).

Kembali ke Beranda