Kuasa adalah amanah
...

Kuasa adalah amanah

Selamat pagi, selamat hari Minggu dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Minggu, 17 Agustus 2025. Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia. Kuasa adalah amanah (Sirakh 10:1-8). 10:1 Pemerintah yang bijak mempertahankan ketertiban pada rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur. 10:2 Seperti penguasa bangsa demikianpun para pegawainya, dan seperti pemerintah kota demikian pula semua penduduknya. 10:3 Raja yang tidak terdidik membinasakan rakyatnya, tetapi sebuah kota sejahtera berkat kearifan para pembesarnya. 10:4 Di dalam tangan Tuhan terletak kuasa atas bumi, an pada waktunya la mengangkat orang yang serasi atasnya. 10:5 Di dalam tangan Tiihanlah terletak kemujuran seorang manusia, dan kepada para pejabat dikaruniakan oleh-Nya martabatnya. 10:6 Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apapun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apa-apa terpengaruh oleh nafsu. 10:7 Kecongkakan dibenci oleh Tuhan maupun oleh manusia, dan bagi kedua-duanya kelaliman adalah salah. 10:8 Pemerintahan beralih dari bangsa yang satu kepada bangsa yang lain akibat kelaliman, kekerasan dan uang.

Renungan :

Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan pertama hari Minggu ini, Sirakh 10:1–8: Pertama, kuasa adalah amanah. Dalam ayat 4 dikatakan: Di dalam tangan Tuhan terletak kuasa atas bumi, dan pada waktunya Ia mengangkat orang yang serasi atasnya. Sering, orang beranggapan bahwa kekuasaan merupakan hasil pencapaian pribadi atau hak waris. Akan tetapi Kitab Sirakh mengingatkan bahwa kuasa bukanlah milik pribadi melainkan amanah dari Tuhan. Pemimpin sejati bukan ditentukan oleh kekuatan politik atau warisan, tetapi oleh keserasian hidupnya dengan kehendak Ilahi. Ketika seorang pemimpin tidak terdidik (ay. 3) atau bertindak berdasarkan nafsu dan kecongkakan (ay. 6–7), ia menyalahgunakan amanah yang kudus dari Tuhan, dan membawa kehancuran bagi bangsa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang arif, sejatinya adalah orang yang mampu membiarkan dirinya dibentuk oleh kebijaksanaan Tuhan, bukan oleh keinginannya sendiri. Kedua, tatanan sosial merupakan cerminan moral pribadi pemimpinnya. Dalam ayat 2 dikatakan: Seperti penguasa bangsa demikian pun para pegawainya, dan seperti pemerintah kota demikian pula semua penduduknya. Menurut Kitab Sirakh terdapat keterkaitan yang erat antara moralitas seorang pemimpin dengan karakter bangsanya. Kepemimpinan tidak hanya membentuk sistem, tetapi menciptakan budaya. Pemimpin yang dipenuhi kecongkakan dan kelaliman, mencemarkan masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin yang hidup dalam kebijaksanaan dan kebaikan yang mendatangkan kesejahteraan bagi rakyatnya (ay. 3). Hal ini tidak hanya tentang struktur politik, tetapi tentang bagaimana integritas pribadi pemimpin memancar ke seluruh tubuh sosial. Bagi Sirakh, perubahan sejati dalam masyarakat tidak bermula dari sistem, tetapi dari hati manusia, terutama hati mereka yang dipercayakan untuk memimpin. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr).

Kembali ke Beranda