Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Rabu, 26 Februari 2025. Kebijaksanaan adalah sumber kehidupan (Sirakh 4:11-19). “Kebijaksanaan meninggikan segala anaknya, dan orang yang mencarinya dihiraukannya. Siapa yang mencintai kebijaksanaan mencintai kehidupan, dan barangsiapa pagi-pagi menghadapinya akan penuh sukacita. Siapa yang berpaut padanya mewarisi kemuliaan, dan ia diberkati Tuhan di manapun ia berlangkah. Barangsiapa melayani kebijaksanaan bergilir bakti kepada Yang Kudus, dan siapa mencintainya dicintai oleh Tuhan. Siapa mendengarkannya akan memutuskan yang adil, dan aman sentosalah kediaman orang yang mengindahkannya. Jika orang percaya pada kebijaksanaan, niscaya ia mewarisinya, dan keturunannya akan tetap memilikinya. Boleh jadi ia dituntun kebijaksanaan di jalan yang berbelok- belok dahulu, sehingga didatangi ketakutan dan getaran boleh jadi kebijaksanaan menyiksa dia dengan siasat sampai dapat percaya padanya, dan mengujinya dengan segala aturannya. Tetapi kemudian kebijaksanaan kembali kepadanya dengan kebaikan yang menggembirakan, dan menyingkapkan kepadanya pelbagai rahasia. Jika orang sampai menyimpang, maka dibuang oleh kebijaksanaan dan diserahkan kepada kebinasaan.”
Renungan :
Membaca bacaan hari ini, Sirakh 4:11-19, kita dapat menemukan beberapa pokok pikiran berikut: kebijaksanaan adalah sumber kehidupan (ayat 11-13), kebijaksanaan itu aktif (ayat 14-15), buah kebijaksanaan (ayat 16-18) dan keutaman mendengarkan kebijaksanaan (ayat 19). Pertama, kebijaksanaan adalah sumber kehidupan. Dalam ayat 11-13 digambarkan bahwa kehijaksanaan merupakan sesuatu yang memberikan kehidupan. “Siapa yang mencintai kebijaksanaan mencintai kehidupan” (ayat 12). Kebijaksanaan tidak sekadar pengetahuan, tetapi kebijaksanaan merupakan cara hidup yang menghantar manusia untuk hidup menurut kehendak Tuhan. Siapa saja yang mencintai kebijaksanaan pasti akan mendapatkan kedamaian dan berkat melimpah. Kebijaksanaan memberikan rasa aman, menuntun langkah manusia seerta memampukan manusia untuk memiliki pemahaman yang mendalam kehidupannya dan tentang dunia ini. “Siapa yang berpaut padanya mewarisi kemuliaan, dan ia diberkati Tuhan di manapun ia berlangkah” (ayat 13). Kedua, kebijaksanaan itu aktif. Ayat 14-15 menunjukkan bahwa kebijaksanaan merupakan sesuatu yang aktif. Kebijaksanaan bersifat aktif sebab kebijaksanaan itu ‘menuntun’ dan ‘membimbing’ manusia yang berada dalam kesulitan atau kebingungan kepada jalan keluar. Di sini diperlukan keterbukaan dan kerendahan hati untuk menemukan dan menerima tuntunan kebijaksanaan. Kebijaksanaan berguna untuk mengarahkan, membantu untuk melihat dan memahami serta memutuskan yang adil. “Siapa mendengarkannya akan memutuskan yang adil, dan aman sentosalah kediaman orang yang mengindahkannya.” Ketiga, buah kebijaksanaan. Dalam ayat 16-18 dijelaskan bagaimana kebijaksanaan itu bekerja dalam hidup manusia. Kebijaksanaan bisa menuntun manusia pada jalan yang berkelok-kelok, mendatangkan ketakutan dan kegentaran, menyiksa dengan siasat sampai manusia percaya dan menguji dengan aturan. Dengan cara ini manusia dididik untuk tidak saja memiliki kecerdasan, tetapi juga memiliki belas kasih dan kebaikan hati, agar manusia mampu peduli pada kebutuhan dan penderitaan orang lain. Dididikan itu menghasilkan manusia bijaksana yang memiliki kasih, keadilan dan kebaikan. “Kebijaksanaan kembali kepadanya dengan kebaikan yang menggembirakan, dan menyingkapkan kepadanya pelbagai rahasia”. Keempat, keutamaan mendengarkan kebijaksanaan. “Jika orang sampai menyimpang, maka dibuang oleh kebijaksanaan dan diserahkan kepada kebinasaan” (ayat 19). Sirakh menunjukkan keutamaan mendengarkan dan menghargaai kebijaksanaan. Manusia diajak untuk mencari kebijaksanaan. Namun sering manusia selalu merasa cukup dengan pikirannya sendiri. Kebijaksanan sejati diperoleh melalui kerendahan hati dan kesediaan untuk mendengarkan. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr).Kembali ke Beranda