Ketaatan dalam luka
...

Ketaatan dalam luka

Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 15 September 2025. Peringatan wajib santa perawan Maria Berdukacita. Ketaatan dalam luka (Ibrani 5:7-9). 5:7 Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. 5:8 Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, 5:9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.

Renungan :

Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari hari ini, Ibrani 5:7–9, dalam hubungannya dengan peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita: Pertama, tangisan Kristus dan air mata Santa Perawan Maria. Dalam ayat 7 penulis kitab Ibrani menulis: Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan... Teks ini berbicara tentang Yesus Kristus, yang dalam penderitaan-Nya tidak hanya menangis sebagai manusia, tetapi juga mempersembahkan air mata-Nya sebagai doa yang penuh kuasa. Dalam terang peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita, kita menyadari bahwa tangisan Kristus dan air mata santa perawan Maria, ibu-Nya tidak terpisah, melainkan menyatu dalam satu simfoni penderitaan yang membawa keselamatan. Maria, yang berdiri di kaki salib, tidak hanya menyaksikan penderitaan Putranya, tetapi juga mempersembahkan penderitaan hatinya sendiri sebagai bagian dari misteri keselamatan. Seperti Yesus mempersembahkan doa-Nya kepada Bapa dengan ratap tangis, Maria pun mempersembahkan dukacitanya dalam kesunyian iman yang teguh. Di sini kita diajak untuk melihat bahwa dalam penderitaan, air mata kita bisa menjadi doa yang kudus, jika dipersatukan dengan penderitaan Kristus dan Maria. Kedua, ketaatan dalam penderitaan. Dalam ayat 8, penulis kitab Ibrani menulis: ...sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya. Kalimat ini menyentuh misteri terdalam dari peritiwa Inkarnasi, yaitu Allah sendiri memilih belajar ketaatan melalui penderitaan, suatu hal yang nampaknya paradoksal. Tetapi justru di sinilah letak keselamatan kita. Demikian pula Maria, meskipun “penuh rahmat,” Maria tidak luput dari perjalanan ketaatan yang penuh luka: dari nubuat Simeon sampai di kaki salib Golgota. Di sini kita diajak untuk merenungkan kenyataan ini: jika Kristus belajar taat melalui penderitaan, dan Maria menjadi Bunda segala duka karena ketaatannya dalam luka, mungkinkah kita menghindari salib dalam mengikut Kristus yang tersalib? Kesempurnaan tidak berarti ketiadaan luka, melainkan kesediaan untuk mencintai dalam luka. Dalam penderitaan yang ditaati dengan kasih, kita dipersatukan dengan Kristus yang menjadi “pokok keselamatan abadi.” Maria adalah gambaran nyata dari manusia yang mencapai kesempurnaan melalui “ya” yang tetap, bahkan dalam kegelapan salib. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr).

Kembali ke Beranda