Selamat pagi dan salam jumpa dalam Sari Firman: Memotivasi Diri, Senin, 04 Agustus 2025. Peringatan wajib Santo Yohanes Maria Vianney. Kelelahan dan keluhan seorang pemimpin (Bilangan 11:4b-15). 11:4 Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: Siapakah yang akan memberi kita makan daging? 11:5 Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. 11:6 Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat. 11:7 Adapun manna itu seperti ketumbar dan kelihatannya seperti damar bedolah. 11:8 Bangsa itu berlari kian ke mari untuk memungutnya, lalu menggilingnya dengan batu kilangan atau menumbuknya dalam lumpang. Mereka memasaknya dalam periuk dan membuatnya menjadi roti bundar rasanya seperti rasa panganan yang digoreng. 11:9 Dan apabila embun turun di tempat perkemahan pada waktu malam, maka turunlah juga manna di situ. 11:10 Ketika Musa mendengar bangsa itu, yaitu orang-orang dari setiap kaum, menangis di depan pintu kemahnya, bangkitlah murka TUHAN dengan sangat, dan hal itu dipandang jahat oleh Musa. 11:11 Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN: Mengapa Kauperlakukan hamba-Mu ini dengan buruk dan mengapa aku tidak mendapat kasih karunia di mata-Mu, sehingga Engkau membebankan kepadaku tanggung jawab atas seluruh bangsa ini? 11:12 Akukah yang mengandung seluruh bangsa ini atau akukah yang melahirkannya, sehingga Engkau berkata kepadaku: Pangkulah dia seperti pak pengasuh memangku anak yang menyusu, berjalan ke tanah yang Kaujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyangnya? 11:13 Dari manakah aku mengambil daging untuk diberikan kepada seluruh bangsa ini? Sebab mereka menangis kepadaku dengan berkata: Berilah kami daging untuk dimakan. 11:14 Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini, sebab terlalu berat bagiku. 11:15 Jika Engkau berlaku demikian kepadaku, sebaiknya Engkau membunuh aku saja, jika aku mendapat kasih karunia di mata-Mu, supaya aku tidak harus melihat celakaku.
Renungan :
Dua pokok permenungan yang dapat diambil dari bacaan hari ini, Bilangan 11:4–15: Pertama, nafsu rakus yang membutakan rasa syukur. Dalam ayat 4-1 orang Israel berkata: “Siapakah yang akan memberi kita makan daging? Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat. Dalam ketiga ayat ini, orang Israel mengeluh karena bosan dengan manna, makanan surgawi yang secara ajaib turun setiap hari. Mereka merindukan ikan gratis, sayuran, dan bumbu-bumbu dari Mesir, tempat mereka dulu hidup sebagai budak. Dalam keluhan ini, terlihat sebuah paradoks: orang Israel memilih mengingat kenikmatan di tengah perbudakan dan melupakan penderitaannya. Keinginan yang tak terkendali (nafsu rakus) telah membelokkan ingatan mereka. Mereka lebih memilih daging walaupun diperbudak daripada manna dengan kebebasan. Mereka lupa bahwa ketika Tuhan memberi manna, Tuhan memberi pemeliharaan, perlindungan dan kasih. Tuhan tidak memberi kemewahan yang menindas. Nafsu rakus membutakan rasa syukur. Rasa syukur memampuan manusia menerima setiap pemberian sebagai anugerah, sebagai rahmat. Kedua, kelelahan dan keluhan seorang pemimpin. Dalam ayat 11 Musa berkata kepada Tuhan: “Mengapa Kauperlakukan hamba-Mu ini dengan buruk dan mengapa aku tidak mendapat kasih karunia di mata-Mu, sehingga Engkau membebankan kepadaku tanggung jawab atas seluruh bangsa ini?” sebagai pemimpin, Musa mengalami kelelahan baik secara fisik maupun secara psikis menanggung beban emosional dari seluruh bangsa. Seruan Musa kepada Tuhan sangat manusiawi: akukah yang melahirkannya? Kalimat ini menunjukkan betapa dalamnya kelelahan Musa. Musa lebih memilih mati daripada terus memikul beban itu sendiri. Ini adalah jeritan pemimpin yang merasa ditinggalkan, bahkan oleh Tuhan yang dilayani. Banyak pemimpin spiritual atau keluarga yang kelelahan dalam sunyi, merasa terjebak antara tanggung jawab besar dan perasaan ditinggalkan. Dalam Musa, kita melihat bahwa bahkan hamba Tuhan pun dapat merasa hancur dan kehilangan arah. Hal yang perlu diteladani dari Musa adalah Musa tidak menutupinya dengan pura-pura merasa kuat. Musa membawa keluhannya langsung kepada Tuhan. Musa berani dan jujur kepada Tuhan. Kelelahan bukanlah tanda kegagalan, tetapi undangan untuk bersandar lebih dalam pada-Nya. Salam, doa dan berkat Allah Tritunggal Mahakudus menyertaimu semua (Norbert Labu, Pr).Kembali ke Beranda